Thursday, July 9, 2015

faraid part 32

Keadaan-keadaan kakek di dalam warisan jika bersama dengan saudara si mayit
Ada dua keadaan bagi kakek yang berkumpul bersama saudara sekandung atau seayah (baik saudara laki-laki atau perempuan),
Keadaan pertama,
Jika tidak ada Ashabu Al Furud yang bersama mereka, seperti istri, anak perempuan, suami, atau nenek misalnya.
Keadaan kedua,
  Jika ada Ashabu Al Furud yang bersama mereka, seperti istri, anak perempuan, dan yang semisalnya.
Hukum pada keadaan pertama,
Pada keadaan ini, jika kakek mewarisi bersama saudara si mayit, maka ada dua hukum. Dan dia (kakek) mengambil bagian yang lebih banyak dari keduanya.
Pertama, sepertiga dari keseluruhan harta warisan, jika itu lebih baik baginya.
Kedua, Muqasamah (dibagi diantara mereka) jika hal itu lebih baik baginya daripada sepertiga harta warisan.
Kakek berbagi dengan saudara si mayit, sebagai saudara laki-laki. Sehingga dia berhak untuk mengambil seperti dua bagian perempuan. Hal ini jika saudara si mayit tersebut adalah saudara sekandung atau seayah (baik laki-laki atau perempuan).
Adapun saudara seibu, maka dia tidak mendapat bagian jika ada kakek, karena saudara seibu terhalang oleh kakek, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam pembahasan Al Hajb.
Kapan berbagi warisan lebih baik bagi kakek?
Berbagi warisan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kakek, apabila saudara si mayit lebih sedikit dari dua bagian si kakek, hal ini tergambar pada kondisi berikut,
1- kakek, dan saudara laki laki. Maka kakek mendapat setengah, dan saudara laki-laki juga mendapat setengah.
2- kakek, dan saudara perempuan, maka kakek mendapat dua pertiga, dan saudara perempuan mendapat sepertiga.
3- kakek, dan dua saudara perempuan. Maka kakek mendapat setengah, dan dua saudara perempuan mendapat setengah.
4- kakek, dan tiga saudara perempuan. Maka kakek mendapat dua perlima, sementara setiap saudara perempuan mendapat seperlima.
5- kakek, saudara laki-laki, dan saudara perempuan. Maka kakek mendapat dua saham, saudara laki-laki mendapat dua saham, dan saudara perempuan mendapat satu saham.

Kapan sepertiga lebih baik bagi kakek?
Bagian sepertiga dianggap lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kakek dibanding membaginya, jika saudara-saudara si mayit mendapat lebih banyak dari dua bagian kakek.
Diantara contoh keadaan ini adalah jika si mayit mati dan meninggalkan ahli waris sebagai berikut,
1- kakek, dan tiga saudara si mayit. Jika harta tersebut dibagi bersama, maka kakek akan mendapat seperempat dari harta peninggalan, dan seperempat itu lebih sedikit dari sepertiga, sehingga dalam kondisi ini kakek mendapat sepertiga karena hal itu lebih bermanfaat baginya.
2- kakek, satu saudara laki-laki, dan tiga saudara perempuan. Pada kondisi ini bagian sepertiga juga lebih bermanfaat bagi si kakek, karena, jika harta itu dibagi bersama, maka kakek akan mendapat dua pertujuh dari harta warisan, sedangkan sepertiga itu lebih banyak dari dua pertujuh.
3- kakek, dan lima orang saudara perempuan. Pada kondisi ini, sepertiga juga lebih bermanfaat untuk kakek daripada membaginya secara bersama.
Contoh-contoh pada kondisi ini sangat banyak dan tidak terbatas.

Ketika sepertiga atau membaginya secara bersama itu jumlahnya sama    
Hal ini terjadi apabila saudara-saudara si mayit mendapat seperti dua bagian kakek, dan hal tersebut hanya dapat terjadi pada tiga kondisi, yaitu jika ahli warisnya adalah sebagai berikut,
1- kakek dan dua saudara laki-laki. Kalau seandainya kakek mengambil warisan dengan cara membaginya bersama, maka dia akan mendapat sepertiga dari harta peninggalan, demikan juga jika dia mengambilnya dengan cara Fard, maka dia juga akan mendapat sepertiga.
2- kakek dan empat saudara perempuan. Pada kondisi ini juga kakek akan mendapat sepertiga dari harta warisan, baik mengambilnya dengan cara membaginya bersama, ataupun dengan cara Fard.
3- kakek, satu saudara laki-laki, dan dua saudara perempuan. Jika kakek mengambil harta warisan dengan cara membaginya bersama, maka dia akan mendapat dua saham, demikian juga jika dia mengambil sepertiga dari harta warisan tersebut, maka dia akan mendapat dua saham. Dengan demikian, baik dia mengambil harta warisan itu dengan cara membaginya secara bersama atau mengambil sepertiga dari harta warisan (sesuai dengan bagiannya) maka hasilnya sama.
Ketika jumlah harta warisan yang didapat adalah sama, baik dengan cara membaginya secara bersama, atau dengan mengambil bagian sepertiga dari harta warisan itu, maka yang lebih utama adalah jika si kakek mengambil sepertiga dari harta warisan dengan cara Fard. Karena Fard (bagian yang sudah ditentukan) lebih kuat dan lebih didahulukan daripada Ashabah di dalam pembagian warisan. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kakek mewarisi dengan cara membaginya secara bersama, atau diserahkan kepada hakim, untuk memilih salah satu dari dua cara tersebut.

Hukum-hukum pada kondisi kedua
Yaitu pada kondisi dimana ahli warisnya adalah kakek, saudara-saudara si mayit, dan Ashabu Al Furud. Maka pada kondisi ini, ada tiga hukum bagi si kakek, dan diambil yang paling utama diantara ketiganya.
Pertama, Al Muqasamah (dibagai bersama), jika hal itu lebih bermanfaat bagi si kakek.
Kedua, sepertiga dari yang tersisa setelah dibagikan kepada seluruh Ashabu Al Furud, jika hal ini lebih bermanfaat baginya.
Ketiga, seperenam dari harta peninggalan, jika seperenam lebih banyak daripada Al Muqasamah (dibagi bersama)atau sepertiga dari harta yang tersisa.

Gambaran dari Al Muqasamah
Contoh, jika ahli warisnya adalah suami, kakek, dan saudara laki-laki.
Maka suami akan mendapat setengah, dan setengah yang lain akan dibagi rata untuk kakek dan saudara laki-laki, sehingga saudara laki-laki mendapat seperempat,demikian juga kakek akan mendapat seperempat. Sehingga dapat diketahui, bahwa pada kondisi seperti ini Al Muqasamah lebih bermanfaat bagi si kakek daripada sepertiga dari yang tersisa setelah diberikannya bagian si suami, dan lebih banyak daripada seperenam dari seluruh harta peninggalan.
Kalau seandainya ahli warisnya adalah kakek, istri, dan dua saudara perempuan, maka Muqasamah juga lebih banyak bagi si kakek dari pada mendapat sepertiga dari harta yang tersisa, atau seperenam dari harta.

Gambaran tentang sepertiga dari harta yang tersisa
Seperti jika ahli warisnya adalah ibu, kakek, dan lima orang saudara.
Pada kondisi ini, maka sepertiga dari harta yang tersisa (setelah diberikannya bagian dari ibu)adalah lebih bermanfaat bagi si kakek, karena ibu akan mengambil seperenam (satu saham), sehingga masih tersisa lima saham. Kalau seandainya kakek mengambil harta warisan dengan cara Muqasamah, maka dia (kakek) akan mendapat bagian kurang dari satu saham, dan jika dia (kakek) mengambil seperenam, maka akan mendapat satu saham, akan tetapi jika kakek mengambil sepertiga dari harta yang tersisa, maka dia akan mendapat satu dan dua pertiga dari saham.   

Gambaran tentang seperenam
Seperti jika ahli warisnya adalah suami, ibu, kakek, dan dua orang saudara laki-laki.
Pada kondisi ini, jika si kakek mengambil seperenam dari harta warisan, maka hal itu lebih bermanfaat dan lebih banyak baginya, dibandingkan jika dia mengambil dengan cara Muqasamah atau sepertiga dari harta yang tersisa.
Suami akan mendapat setengah dari harta warisan, ibu mendapat seperenam, dan harta yang tersisa (setelah diberikannya bagian milik suami dan ibu) adalah sepertiga. Kalau si kakek mengambil harta warisan dengan cara Muqasamah, maka dia akan mendapat sepertiga dari sepertiga, demikian juga jika dia mengambil sepertiga dari harta yang tersisa, maka dia juga akan mendapat sepertiga dari sepertiga, hal ini lebih sedikit dari seperenam dari seluruh harta warisan. Oleh karena itu, kakek mendapat seperenam (dari seluruh harta warisan), dan seperenam yang lain akan dibagi rata untuk dua orang saudara si mayit, sehingga masing-masing mendapat setengah dari seperenam yang tersisa tersebut.

Gambaran jika hasilnya sama antara Muqasamah dan sepertiga dari harta yang tersisa
Apabila hasil yang didapat oleh si kakek dengan cara Muqasamah atau sepertiga dari yang tersisa adalah sama, seperti jika ahli warisnya adalah ibu, kakek, dan dua saudara laki-laki.
Maka ibu mendapat seperenam, kakek mendapat sepertiga dari harta yang tersisa, dan dua saudara laki-laki mendapat harta yang tersisa.
Kalau misalnya harta warisan yang ditinggalkan adalah berjumlah delapan belas saham, maka ibu akan mendapat tiga saham, dan tersisa lima belas saham. Kalau kakek diberi sepertiga, maka dia akan mendapat lima saham, dan kalau kakek diberi dengan cara Muqasamah, maka dia juga akan mendapat lima saham, sehingga pada kondisi seperti ini,  bagian yang akan diterima oleh kakek adalah sama, baik dengan cara Muqasamah, ataupun jika kakek mengambil sepertiga dari harta yang tersisa.

Gambaran jika hasilnya sama antara Al Muqasamah dan seperenam
Seperti jika ahli warisnya adalah suami, nenek, kakek, dan satu saudara laki-laki.
Maka suami akan mendapat setengah (tiga saham), nenek mendapat seperenam (satu saham), dan harta yang tersisa adalah sepertiga dari seluruh harta warisan (dua dari enam saham). Kalau seandainya kakek diberi dengan cara Muqasamah, maka dia akan mendapat satu saham dan saudara laki-laki juga mendapat satu saham, dan jika kakek diberi seperenam dari harta warisan, maka dia juga akan mendapat satu saham, sehingga baik seperenam ataupun Muqasamah, maka hasilnya sama.

Gambaran jika hasilnya sama antara seperenam dan sepertiga dari harta yang tersisa
Seperti jika ahli waris si mayit adalah suami, kakek, dan tiga saudara laki-laki.
Maka suami mendapat setengah, dan harta yang tersisa adalah setengah. Kalau misalnya harta warisannya adalah enam, maka suami mendapat tiga, dan tersisa tiga. Sehingga kalau kakek diberi seperenam, maka dia akan mendapat satu, demikian juga jika kakek diberi sepertiga dari harta yang tersisa, maka dia juga akan mendapat satu, sehingga baik seperenam atau sepertiga dari harta yang tersisa jumlahnya adalah sama.

Gambaran tentang hasil yang sama antara seperenam, sepertiga dari harta yang tersisa, dan Muqasamah
Seperti jika ahli warisnya adalah suami, kakek, dan dua orang saudara laki-laki.

Maka suami mendapat setengah, dan setengah yang lain diberikan kepada kakek bersama-sama dengan dua orang saudara laki-laki. Kalau kakek diberi dengan cara Muqasamah, maka dia akan mendapat satu saham jika Aslu Al Masalah (pokok masalah)nya adalah enam, kalau kakek diberi seperenam, maka dia juga akan mendapat satu, demikian juga jika kakek diberi sepertiga dari harta yang tersisa, maka dia juga akan mendapat satu bagian.

Tuesday, July 7, 2015

faraid part 31

Pembagian warisan untuk kakek dan saudara (sekandung atau seayah)
Pada pembahasan terdahulu, kami telah menjelaskan hukum warisan yang berhubungan dengan kakek , ketika dia sendirian dan tidak bersama saudara laki-laki sekandung, saudara perempuan sekandung, saudara laki-laki seayah, dan saudara perempuan seayah.
Kita juga telah menyebutkan hukum warisan yang berhubungan dengan saudara si mayit, jika tidak ada kakek.
Pada pembahasan kali ini, kami akan menyebutkan hukum warisan bagi kakek dan saudara si mayit, apabila mereka bersama-sama sebagai ahli waris.
Hukum berkumpulnya kakek dan saudara si mayit bersama-sama sebagai ahli waris tidak disebutkan di dalam Al Quran maupun Al Sunah. Akan tetapi ditetapkan dengan ijtihad para sahabat ra.
Oleh karena itu, para sahabat berbeda pendapat tentangnya, demikian juga para ulama madzhab. Mudah-mudahan Allah merahmati mereka.
Para sahabat takut untuk berfatwa tentang pembagian warisan untuk kakek dan saudara, dan mereka menghindari untuk membicarakan hal tersebut.
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. Berkata, “Barang siapa ingin masuk kedalam dasar neraka jahanam, maka putuskanlah di antara kakek dan saudara (si mayit).”
Dan diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata, “Tanyakanlah tentang permasalahan-permasalahan kalian, (tetapi) tinggalkanlah permasalahan tentang kakek (hukum warisan kakek jika berkumpul dengan saudara si mayit).”
Maksud dari ucapan mereka adalah Al Tadlajjur (letih) dari sulitnya memutuskan hukum permasalahan tersebut, bukan mendoakan kejelekan bagi orang yang berijtihad di dalam permasalahan tersebut.
Diriwayatkan dari Umar bin Al Khattab ra. Ia berkata setelah di tikam oleh Abu Lu’lu’ah, dan menjelang kematiannya, “Ingatlah dariku tiga hal, aku tidak mengatakan apapun tentang kakek (dalam hal warisan), aku juga tidak mengatakan apapun tentang Kalalah, dan aku juga tidak mengangkat seorangpun untuk menjadi wali bagi kalian.”

Adapun kita, maka kita tidak berijtihad sendiri di dalam permasalahan ini, akan tetapi kita mengikuti pendapat imam Al Syafi’I di dalam hal ini, sesuai dengan yang dikuatkan oleh para ulama madzhab Syafi’iyah. Mudah-mudahan Allah merahmati mereka semua.

Sunday, July 5, 2015

faraid part 30

Al Mas’alah Al Musyarrakah
Dinamakan Musyarrakah karena di dalamnya ada penggabungan antara saudara-saudara laki-laki sekandung dengan saudara-saudara seibu di dalam satu bagian, yaitu sepertiga, seperti yang akan kami jelaskan.

Rukun-rukun dari permasalahan ini ada empat. Yaitu,
Suami, ibu (atau nenek), saudara seibu (dua orang keatas) baik laki-laki atau perempuan, saudara laki-laki sekandung (satu orang atau lebih), baik ada saudara perempuan sekandung (satu orang atau lebih). Berdasarkan yang telah kita pelajari ketika membahas Ashabu Al Furud dan Al Ashabah, maka akan diperoleh sebagai berikut,
1- suami akan mendapat setengah dari harta warisan
2- ibu mendapat seperenam dari harta warisan
3- saudara-saudara seibu (dua orang keatas) akan mendapat sepertiga dari harta warisan
4- dan saudara laki-laki sekandung akan mendapat Ashabah (sisa), sesuai dengan kaidah yang telah dikenal.
Dari contoh di atas, maka menjadi jelas bahwa Ashabu Al Furud telah membagi habis harta warisan, sehingga tidak ada yang tersisa sedikitpun bagi saudara laki-laki sekandung, karena dia mendapat Ashabah (sisa). Dan menurut kaidah yang telah kita pelajari, maka dia (saudara laki-laki sekandung) menjadi gugur , karena harta warisan tersebut tidak tersisa sedikitpun, dan kami telah menyebutkan ketika menjelaskan tentang pengertian Ashabah, bahwa orang yang mendapat Ashabah akan mengambil semua harta warisan jika sendirian, dan mengambil harta yang tersisa setelah di bagikan kepada Ashabu Al Furud jika dia tidak sendirian, dan jika tidak tersisa sedikitpun setelah dibagikan kepada Ashabu Al Furud, maka dia (Ashabah) menjadi gugur. Inilah keputusan Umar bin Al Khattab ra. Untuk permasalahan ini.
Akan tetapi ahli waris tersebut kemudian datang kembali kepada Umar dan berkata, “Wahai amirul mukminin ! bayangkan, seandainya bapak kami (saudara laki-laki sekandung) adalah batu yang dilempar dilaut (bapaknya tidak di anggap), bukankah ibu kami adalah sama? (maksudnya, saudara sekandung dan saudara seibu, berasal dari ibu yang sama). Menurut satu riwayat bahwa yang mengatakan hal ini adalah Zaid bin Tsabit ra., lalu Umar merasa puas dengan ucapan ini, sehingga dia kemudian memutuskan untuk menggabungkan saudara laki-laki sekandung dengan saudara-saudara seibu untuk bersama-sama mendapat bagian sepertiga dari harta warisan dan membaginya sama rata di antara mereka, seolah-olah mereka semua adalah saudara seibu.
Keputusan Umar ini disetujui oleh banyak sahabat, di antaranya Zaid bin Tsabit ra. Dan inilah madzhab yang diambil oleh imam Al Syafi’I, dan inilah pendapat yang dapat diterima oleh akal, dan sesuai dengan prinsip keadilan.

Friday, July 3, 2015

faraid part 29

Orang-orang yang terhalang dengan Al Hajb Al Nuqsan
Hajb Al nuqsan (terhalang dari mendapat bagian yang paling besar) berlaku untuk semua ahli waris.
Suami terhalang dari mendapat setengah, menjadi seperempat jika ada anak. Seorang istri terhalang dari mendapat seperempat menjadi seperdelapan jika ada anak. Seorang ibu terhalang dari mendapat sepertiga menjadi seperenam jika ada anak atau saudara (dua orang atau lebih).
Anak perempuan dari anak laki-laki terhalang dari mendapat setengah menjadi seperenam jika ada anak perempuan. Saudara perempuan seayah terhalang dari mendapat setengah menjadi seperenam jika ada satu saudara perempuan sekandung. Seorang anak laki-laki terhalang dengan Hajb Nuqsan jika dia bersama anak laki-laki lain, demikian juga ahli waris yang lain.
Orang-orang yang terhalang dengan Hajb Hirman juga dapat menghalangi ahli waris lain dengan Hajb Nuqsan
Di antara hal yang harus diketahui, bahwa orang yang terhalang dengan Hajb Hirman dianggap masih ada, sehingga dia menghalangi ahli waris lain dengan Hajb Nuqsan. Contoh, kalau seseorang meninggal, dan ahli warisnya adalah kakek, ibu, dan dua saudara laki-laki seibu. Maka dua saudara laki-laki seibu terhalang oleh kakek, bersamaan dengan hal itu, keduanya (dua saudara laki-laki seibu) menghalangi ibu dari mendapat sepertiga menjadi hanya seperenam.
Contoh lain, kalau seseorang mati dan meninggalkan saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, dan ibu. Maka ibu mendapat seperenam karena ada saudara (dua orang atau lebih), meskipun pada kondisi ini, saudara laki-laki seayah terhalang oleh saudara laki-laki sekandung.

Orang-orang yang terhalang karena sifat-sifat tertentu tidak dianggap (keberadaannya)
Adapun orang-orang yang terhalang karena ada sifat-sifat tertentu, seperti membunuh, kafir, atau budak, maka mereka tidak dapat menghalangi seorangpun, baik itu Hajb Hirman atau Hajb Nuqsan, bahkan ada atau didaknya mereka, tidak berpengaruh terhadap pembagian warisan.
Contoh, kalau ahli warisnya adalah anak laki-laki yang membunuh (membunuh orang yang memberikan warisan), dan ibu. maka ibu mendapat sepertiga meskipun ada anak laki-laki, karena dia (anak laki-laki itu) membunuh Muwarrits (orang yang mewariskan), sehingga anak tersebut tidak berhak mendapat warisan. oleh karena itu, dia juga tidak dapat menghalangi ahli waris lain.

Wednesday, July 1, 2015

faraid part 28

Ahli waris yang mungkin terhalang oleh Hajb Hirman
Selain enam orang ahli waris yang telah kami sebutkan, maka mereka mungkin untuk terhalang dengan Hajb Hirman, berikut penjelasan hal tersebut,
1- kakek.
Kakek dapat terhalang dari mendapat warisan oleh bapak secara mutlak, yaitu sama saja apakah kakek tersebut mewarisi dengan cara Fard, Ashabah, atau keduanya. Hal itu karena bapak lebih dekat kepada mayit dari pada si kakek.
2- nenek.
Nenek dapat terhalang oleh ibu, baik nenek tersebut adalah nenek dari pihak ayah, atau nenek dari pihak ibu.
Sebagai tambahan, nenek (ibu dari bapak) juga terhalang oleh bapak. Karena diantara nenek (ibu dari bapak) dan si mayit diselingi oleh bapak.
3- nenek jauh dari pihak ayah.
Apabila mayit memiliki dua nenek, yang berbeda nasab dan derajatnya, seperti jika salah satunya adalah nenek dari pihak ayah, dan nenek yang lain adalah nenek dari pihak ibu, dan salah satu dari keduanya itu lebih dekat kepada mayit dari pada yang lain, seperti ibunya ibu (nenek), dan ibunya ibunya bapak (nenek buyut), maka nenek dari pihak ibu yang lebih dekat kepada mayit, menghalangi nenek dari pihak ayah (karena kedudukannya lebih jauh). Dan dia (nenek dari pihak ibu) mengambil seperenam sendirian (nenek buyut dari pihak bapak tidak mendapatkan apa-apa), karena dua hal. Yaitu karena nenek dari pihak ibu lebih dekat kedudukannya kepada mayit, dan juga karena ibu adalah asal, sementara nenek adalah cabang dari ibu.
Jika nenek dari pihak ayah tersebut lebih dekat kedudukannya kepada si mayit dari pada nenek dari pihak ibu, seperti ibu dari bapak, dan ibunya ibunya ibu (nenek buyut dari pihak ibu), maka menurut madzhab Syafi’iyah nenek dari pihak ibu dalam kondisi tersebut tidak menghalangi nenek dari pihak ayah, akan tetapi keduanya bersama-sama mewarisi seperenam, karena pada kondisi ini bapak tidak dapat menghalangi nenek buyut dari pihak ibu, lebih-lebih nenek dari pihak ayah (ibunya ibu).
4- anak dari anak laki-laki.
Semua cucu dari anak laki-laki, baik itu cucu laki-laki atau perempuan, terhalang oleh anak laki-laki. Baik anak laki-laki tersebut adalah merupakan bapak mereka sendiri, atau paman mereka, karena anak laki-laki kedudukannya lebih dekat kepada mayit di banding mereka (cucu dari anak laki-laki). Ini adalah hukum yang telah disepakati oleh para ulama.
Demikian juga anak dari anak laki-laki menghalangi orang yang lebih jauh kedudukannya kepada simayit di banding dirinya.
Sebagai tambahan, anak perempuan dari anak laki-laki dapat terhalang oleh dua anak perempuan si mayit, kecuali jika ada anak laki-laki dari anak laki-laki atau orang yang di bawahnya, maka dia (anak perempuan dari anak laki-laki) menjadi Ashabah.
5- saudara-saudara laki-laki atau perempuan.
Semua saudara si mayit, baik itu saudara kandung, atau saudara seayah, atau saudara seibu, dapat terhalang oleh,
a. bapak
b. anak laki-laki
c. anak dari anak laki-laki
ini adalah hukum yang tetap dan disepakati oleh para ulama, karena anak dan bapak lebih didahulukan dari pada saudara.
Kecuali kakek, dia tidak dapat menghalangi saudara laki-laki atau perempuan, demikian juga kakek tidak dapat menghalangi saudara seayah baik laki-laki atau perempuan, akan tetapi mereka semua ikut mewarisi, karena kedudukan mereka kepada mayit sama dekatnya, dan juga karena kakek tidak menjadi perantara di antara mereka dan si mayit (dalam hubungan keluarga).
Dan sebagai tambahan, saudara seayah baik laki-laki atau perempuan terhalang oleh saudara laki-laki sekandung, atau saudara perempuan sekandung apabila ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, Karena dia (saudara perempuan sekandung) akan menjadi Ashabah Ma’a Al Ghair, dan menjadi seperti saudara laki-laki sekandung.
Saudara perempuan seayah juga terhalang oleh dua saudara perempuan sekandung, kecuali jika ada saudara laki-laki seayah, maka dia (saudara perempuan seayah) menjadi Ashabah bersama saudara laki-laki seayah.
Adapun saudara laki-laki seibu, ia terhalang oleh bapak, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan kakek. Ini semua adalah ijma’ para ulama.
Adapun ibu, maka dia tidak dapat menghalangi saudara seibu, meskipun saudara seibu memiliki hubungan nasab dengan si mayit dari jalurnya (ibu). Karena syarat terhalangnya seseorang oleh orang yang lebih dekat dengan si mayit adalah jika keduanya berasal dari pengelompokan yang sama, seperti kakek yang terhalang oleh bapak, dan nenek yang terhalang oleh ibu, atau karena orang yang lebih dekat dengan si mayit berhak untuk mengambil semua harta peninggalan jika sendirian. Seperti saudara laki-laki jika bersama bapak. Berbeda dengan ibu jika mewarisi bersama anaknya (saudara seibu). sebab si ibu mewarisi harta si mayit dikarenakan posisinya sebagai ibu, dan saudara seibu mewarisi karena sebagai saudara. dan si ibu juga tidak berhak mengambil semua harta peniggalan jika sendirian, akan tetapi dia (ibu) hanya mendapat sepertiga saja (jika sendirian).
6- anak-anak dari saudara laki-laki sekandung atau seayah
 Mereka dapat terhalangi oleh orang-orang berikut,
a. bapak, karena bapak menghalangi saudara laki-laki sekandung atau seayah, lebih-lebih anak-anak dari saudara laki-laki sekandung atau seayah.
b. kakek, karena kedudukan kakek sama dengan ayah.
c. anak laki-laki, karena kalau bapak si mayit dapat menghalangi saudara laki-laki sekandung atau seayah, lebih-lebih anak laki-laki si mayit.
d. anak laki-laki dari anak laki-laki
e. saudara laki-laki sekandung, karena kedudukannya lebih dekat kepada si mayit dibanding anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung atau seayah .
f. saudara laki-laki seayah, juga karena kedudukannya lebih dekat kepada si mayit dibanding anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung atau seayah.
 Sebagai tambahan, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhalangi oleh anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, karena kedudukannya yang lebih kuat.
Adapun anak-anak dari saudara seibu, maka mereka adalah termasuk Dzawi Al Arham, mereka tidak mewarisi dengan cara Fard.
7- paman sekandung atau seayah
Paman sekandung atau seayah terhalang oleh,
a. bapak
b. kakek
c. anak laki-laki
d. anak laki-laki dari anak laki-laki dan yang dibawahnya
e. saudara laki-laki sekandung
f. saudara laki-laki seayah
g. anak dari saudara laki-laki sekandung
h. anak dari saudara laki-laki seayah
i. saudara perempuan sekandung, jika dia mewarisi bersama satu anak perempuan atau satu anak perempuan dari anak laki-laki, karena pada kondisi itu ia akan menjadi Ashabah Ma’a Al Ghair, sehingga kedudukannya seperti saudara laki-laki sekandung.
j. saudara perempuan seayah, jika dia mewarisi bersama satu anak perempuan atau satu anak perempuan dari anak laki-laki, karena pada kondisi itu ia akan menjadi Ashabah Ma’a Al Ghair, sebagaimana yang kami jelaskan pada saudara perempuan sekandung.
8- anak-anak dari paman sekandung atau seayah
Mereka terhalang oleh semua orang yang telah kami sebutkan sebelumnya (yaitu orang-orang yang menghalangi paman), dan sebagai tambahannya, anak-anak paman juga terhalang oleh paman, baik paman sekandung atau seayah, dan anak laki-laki dari paman seayah juga terhalang oleh anak laki-laki dari paman sekandung.
Patut untuk kita ketahui, bahwa anak laki-laki dari saudara laki-laki tidak mengashabahkan saudara perempuannya, baik itu anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung atau seayah, karena anak perempuan dari saudara laki-laki bukan termasuk ahli waris yang mewarisi dengan cara Fard atau Ashabah, tetapi mereka (anak perempuan dari saudara laki-laki) adalah termasuk Dzawi Al Arham.