Monday, June 29, 2015

faraid part 27

Al Hajbu
Pengertian Al Hajb
Al Hajb secara bahasa berarti Al Man’u (menghalangi), dan Al Mahjub berarti Al Mamnu’ (yang terhalang). Seperti makna firman Allah ta’ala, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya.” (Al Mutaffifin: 15).
Al Hajb secara istilah adalah menghalangi orang yang berhak menerima warisan dari menerima warisan semuanya, atau menghalanginya dari menerima bagian yang terbanyak dari bagian-bagiannya.
Berdasarkan pengertian ini, maka menghalangi orang yang memang tidak berhak mendapat warisan, tidak disebut Hajb secara istilah.

Macam-macam Al Hajb
Al Hajb terbagi menjadi dua, yaitu Hajb Bi Al Aushaf, dan Hajb Bi Al Asykhas.
1- Al Hajb Bi Al Aushaf,
Yaitu menghalangi orang yang berhak menerima warisan, dari mendapat warisan sama sekali, disebabkan sifat tertentu yang ada padanya sehingga menghalanginya dari mendapat warisan.
Sifat-sifat yang menghalangi seseorang dari mendapat warisan adalah sifat-sifat yang telah disebutkan di dalam pembahasan tentang hal-hal yang menghalangi seseorang dari mendapat warisan. yaitu, budak, membunuh, dan kafir.  Dan dalil mengenai hal ini telah disebutkan pada pembahasan terdahulu, Al Mahjub Bi Al Washfi dinamakan dengan Mahrum.
2- Al Hajbu Bi Al Asykhas
Yaitu menghalangi seseorang dari mendapat warisan, atau dari mendapat sebagian warisan, dikarenakan ada orang yang lebih dekat dengan si mayit daripada dia.

Macam-macam Al Hajb Bi Al Asykhas
Al Hajb Bi Al Asykhas ada dua macam, Hajb Hirman dan Hajb Nuqsan.
1- Hajb Al Hirman
Yaitu menghalangi seseorang dari mendapat warisan sama sekali, seperti cucu laki-laki dari anak laki-laki yang terhalangi oleh anak laki-laki.
2- Hajb Al Nuqsan
Yaitu menghalangi seseorang dari mendapat bagian terbanyak diantara bagian-bagiannya. Seperti seorang suami terhalang  dari mendapatkan setengah dan hanya mendapatkan seperempat, karena ada anak dari istri.

Orang-orang yang tidak dapat terhalangi oleh Hajb Hirman (terhalang sama sekali dari mendapat warisan)
 Orang-orang yang tidak dapat terhalangi oleh Hajb Hirman ada enam ahli waris. Yaitu, bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suami, dan istri.

Friday, June 12, 2015

faraid part 26

Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kakek di dalam warisan
Kami telah menyebutkan bahwa kakek termasuk Ashabu Al Furud, sebagaimana kakek juga dapat menjadi Ashabah, seperti keadaan si bapak dalam warisan. Kapan si kakek mendapat Fard saja, atau Ashabah saja, atau keduanya, adalah seperti yang terjadi pada bapak, akan tetapi ada sedikit perbedaan.
Perbedaan kakek dengan bapak di dalam warisan
Kakek berbeda dari bapak tentang warisan, di dalam tiga keadaan berikut,
Pertama,
Yaitu apabila bersama saudara si mayit, baik itu saudara sekandung, atau seayah, juga saudara laki-laki maupun saudara perempuan, maka bapak menghalangi mereka semua (saudara si mayit) dari warisan, sementara kakek tidak menghalangi mereka, tetapi menyertakan mereka di dalam warisan, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti, Insyallah ta’ala.
Kedua,
Di dalam dua permasalahan Umariyah, apabila posisi ayah di ganti dengan kakek, maka ibu mendapat sepertiga dari harta secara sempurna, bukan sepertiga dari yang tersisa seperti yang ia ibu dapatkan jika bersama bapak.
Ketiga,
Bapak menghalangi ibunya sendiri (ibu dari bapak)dari warisan, sementara kakek tidak menghalanginya.
Kalau seandainya si mayit memiliki bapak, dan nenek (ibu dari bapak), maka nenek (ibu dari bapak) tersebut terhalangi oleh bapak dari menerima warisan. Akan tetapi ia (ibu dari bapak) tidak terhalang oleh kakek, karena di antara ibu dari bapak dan si mayit tidak di selingi oleh bapak.
Kakek memang dapat seperti bapak, karena dia dapat menghalangi ibunya sendiri (ibu dari kakek). Wallahu a’lam.

Thursday, June 11, 2015

faraid part 25

Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan bapak di dalam warisan
 Kami telah menjelaskan bahwa bapak termasuk Ashabu Al Furud, demikian juga bapak sebagai Ashabah. Oleh karena itu, bapak memiliki keadaan-keadaan tertentu di dalam warisan, sebagai berikut,

Keadaan pertama, mewarisi dengan cara Fard
Hal ini terjadi jika si mayit mempunyai anak laki-laki, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.

Keadaan kedua,  mewarisi dengan cara Ashabah
Hal itu terjadi jika tidak ada Al Far’u Al Warits, baik laki-laki atau perempuan.seperti anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan cucu perempuan dari anak laki-laki.
Dalil pada keadaan pertama adalah firman Allah ta’ala, “Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak.” (Al Nisa: 11).
Dan dalil untuk keadaan yang kedua adalah firman Allah ta’ala, “Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga.” (Al Nisa: 11). Yakni, bagi si bapak mendapat harta yang tersisa, karena ketika Al Quran tidak mengatakan bagian si bapak, maka dapat dipahami bahwa dia mengambil yang tersisa dengan cara Ashabah, jika masih ada yang tersisa setelah dibagikan kepada Ashabu Al Furud.

Keadaan ketiga, mewarisi dengan cara Fard dan Ashabah
Hal itu terjadi jika dia mewarisi bersama dengan anak perempuan si mayit, atau cucu perempuan dari anak laki-laki, baik satu orang atau lebih. Pada kondisi ini, bapak mendapat seperenam secara Fard, kemudian mengambil yang tersisa sebagai Ashabah, jika masih ada yang tersisa setelah dibagikan kepada Ashabu Al Furud.
Dalilnya adalah sabda Nabi saw. “Berikanlah warisan kepada orang yang berhak, dan apa-apa yang tersisa (dari harta warisan tersebut), maka berikanlah kepada saudara laki-laki yang paling dekat.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Faraid, bab Mirats Al Walad Ma’a Abihi Wa Ummihi: 6351, dan imam Muslim di dalam Al Faraid, bab Alhiqu Al Faraidla Biahliha: 1615.
Dan pada permasalahan ini, bapak adalah ahli waris laki-laki yang paling dekat dengan mayit, sehingga dia mengambil seperenam terlebih dahulu, dan anak perempuan dari si mayit mendapatkan bagiannya, lalu si bapak mendapat harta yang tersisa sebagai Ashabah.

Wednesday, June 10, 2015

faraid part 24

3- Al Ashabah Ma’a Al Ghair
Yang termasuk Ashabah Ma’a Al Ghair adalah saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, jika mereka mewarisi bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
Apabila si mayit meninggalkan dua anak perempuan, dan satu orang saudara perempuan sekandung atau seayah, maka dua anak perempuan mendapat dua pertiga, dan saudara perempuan sekandung atau seayah mendapat sepertiga  yang tersisa dengan cara Ashabah.
Demikian juga jika ahli warisnya adalah saudara-saudara perempuan sekandung, atau seayah, jika bersama cucu perempuan dari anak laki-laki atau cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki.
Dalil dari Ashabah jenis ini adalah hadits dari Ibnu Mas’ud ra. Bahwa ia ditanya tentang anak perempuan, cucu perempuan, dan saudara perempuan, lalu dia berkata, “Sungguh aku akan memutuskannya sesuai dengan keputusan Nabi saw. tentang hal tersebut. bagi anak perempuan mendapat setengah, cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat seperenam, dan saudara perempuan mendapat harta yang tersisa.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam Al Faraid, bab Mirats Ibnati Ibnin Ma’a Ibnatin: 6355.
Al Rahabi berkata,

Saudara-saudara perempuan jika ada anak perempuan                                           Maka saudara perempuan jika bersama anak perempuan, mendapat ashabah

Tuesday, June 9, 2015

faraid part 23

2- Al Ashabah Bi Al Ghair
Al Ashabah Bi Al Ghair adalah semua ahli waris perempuan yang memiliki bagian tertentu, yang apabila bersama saudara laki-lakinya, maka ia menjadi Ashabah. Seperti anak perempuan jika bersama anak laki-laki, atau saudara perempuan sekandung jika waris bersama dengan saudara laki-laki sekandung, demikian seterusnya.
Saudara seibu dikecualikan dari kaidah di atas, karena saudara laki-laki seibu bukan termasuk Ashabah Bi Al Nafs, juga tidak dapat mengashabahkan saudara perempuannya.
Syarat Ashabah Bi Al Ghair adalah berasal dari satu kedudukan dan kekuatan kekerabatan yang sama. Sehingga saudara perempuan sekandung bukan Ashabah jika bersama saudara laki-laki seayah, karena saudara perempuan sekandung lebih kuat kekerabatannya dari pada saudara laki-laki seayah, demikian juga anak perempuan si mayit bukan Ashabah jika dia bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki, karena anak perempuan si mayit lebih dekat hubungan kekerabatannya kepada si mayit dari pada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Ada pengecualian dari kaidah “harus berasal dari derajat yang sama,” yaitu, cucu perempuan dari anak laki-laki jika dia waris bersama anak laki-laki dari cucu laki-laki dari anak laki-laki, karena mereka mendapat Ashabah dalam satu keadaan, yaitu jika cucu perempuan dari anak laki-laki membutuhkannya.
Hal itu terjadi jika si mayit memiliki dua anak perempuan, dan cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki, maka dua anak perempuan akan mendapat dua pertiga, dan cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapatkan apa-apa. Akan tetapi apabila di dalam kondisi ini ada anak laki-laki dari cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka dia mengashabahkan cucu perempuan dari anak laki-laki, sehingga mereka mengambil yang tersisa dari harta warisan itu.
Ashabah Bi Al Ghair hanya terbatas untuk orang yang berhak mendapat bagian dua pertiga, dan setengah, jika dia waris bersama saudara laki-lakinya. Mereka adalah,
a. anak-anak perempuan jika bersama anak laki-laki.
b. cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki jika bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c. saudara-saudara perempuan sekandung jika bersama saudara laki-laki sekandung.
d. sauara-saudara perempuan seayah, jika bersama saudara laki-laki seayah.

Dalil Al Ashabah Bi Al Ghair
Dalil Ashabah ini adalah firman Allah ta’ala, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (Al Nisa: 11).
Juga firman-Nya, “Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan.” (Al Nisa: 176).

Para ulama juga mengkiaskan cucu perempuan dari anak laki-laki dengan anak perempuan si mayit, dan saudara laki-laki dan perempuan mencakup saudara sekandung, dan saudara seayah.

Monday, June 8, 2015

faraid part 22

Macam-macam Al Ashabah Al Nasabiyah
Ashabah dari sisi nasab ada tiga macam, yaitu Al Ashabah Bi Al Nafs, Al Ashabah Bi Al Ghair, dan Al Ashabah Ma’a Al Ghair.
Dan kami akan menyebutkan setiap macam dari Ashabah ini di dalam pembahasan secara terpisah.
1- Al Ashabah Bi Al Nafs,
Mereka adalah semua orang yang masih memiliki hubungan nasab (dengan si mayit) dan diantara dirinya dan si mayit, tidak diselingi oleh ahli waris perempuan. Yang telah kami sebutkan terdahulu.

Pengelompokan Al Ashabah Bi Al Nafs
Ashabah Bi Al Nafs memiliki empat pengelompokan,
a. Jihat Al Bunuwah (pengelompokan di lihat dari sisi anak), mereka adalah Far’u Al Muwarits (cabang dari orang yang mewariskan), seperti anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan yang dibawahnya.
 b. jihat Al Ubuwah (pengelompokan di lihat dari sisi ayah), mereka adalah Usul Al Muwarrits (pokok dari orang yang mewariskan) seperti bapak, dan kakek (bapaknya bapak).
c. Jihat Al Ukhuwah (pengelompokan di lihat dari sisi hubungan persaudaraan), mereka adalah anak-anak dari bapaknya si mayit, dan diantara mereka dan si mayit tidak diselingi oleh ahli waris perempuan. Mereka adalah saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
d. Jihat Al ‘Umumah (pengelompokan dilihat dari sisi paman), mereka adalah anak laki-laki dari kakek si mayit, dan diantara mereka dan si mayit tidak diselingi oleh ahli waris perempuan. Seperti paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, dan anak laki-laki dari paman seayah.

Kaidah Ashabah Bi Al Nafs
a. tiap individu dari kelompok yang terakhir tidak mendapatkan warisan, selama masih ada individu dari kelompok yang sebelumnya. Sehingga bapak tidak mendapatkan Ashabah jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki si mayit, saudara laki-laki juga tidak mendapat Ashabah selama masih ada bapak si mayit, demikian juga paman tidak mendapat Ashabah jika ada saudara laki-laki.
b. apabila ahli waris tersebut berasal dari satu kelompok, seperti bapak dan kakek, atau anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki dan anak laki-laki dari saudara laki-laki, atau paman dengan anak laki-laki paman, maka ahli waris yang jauh tidak dapat mewarisi jika masih ada ahli waris yang lebih dekat, sehingga kakek tidak mendapat warisan jika masih ada bapak, demikian juga cucu laki-laki dari anak laki-laki tidak mendapat warisan jika masih ada anak laki-laki, demikian seterusnya. Dengan kata lain, orang yang hubungan kekerabatannya dengan si mayit diselingi oleh ahli waris lain, maka dia tidak dapat mewarisi jika ada ahli waris yang menyelingi tersebut.
c. jika ahli waris berada pada kelompok yang sama, dan kedudukan mereka kepada si mayit juga sama, akan tetapi mereka berbeda di dalam kekuatan kekerabatannya, maka lebih di dahulukan ahli waris yang lebih kuat kekerabatannya, dari pada yang lebih lemah. Sehingga saudara laki-laki sekandung lebih didahulukan dari pada saudara laki-laki seayah, paman sekandung lebih didahulukan dari pada paman seayah, demikian seterusnya.

Imam Al Rahabi berkata,
Dan tidaklah ada bagi ahli waris yang jauh                                               jika bersama ahli waris yang dekat, bagian dari warisan
saudara laki-laki dan paman sekandung                               lebih utama dari pada ahli waris yang dibawahnya dengan syarat nasab

Saturday, June 6, 2015

faraid part 21

Macam-macam Ashabah
‘Ashabah ada dua macam, yaitu Ashabah Nasabiyah dan Ashabah Sababiyah.

Al Ashabah Al Sababiyah
Adalah orang yang memerdekakan budak, baik orang tersebut laki-laki atau perempuan, dan Ashabahnya yaitu kerabat laki-laki Al Mu’tiq (orang yang memerdekakan budak). Kita tidak akan membahas terlalu jauh tentang hal ini, karena perbudakan sudah tidak ada lagi pada saat ini, sehingga masalah perbudakan hanya menjadi sejarah yang tidak terlalu diperhatikan oleh kebanyakan manusia.

Al Ashabah Al Nasabiyah
Mereka adalah semua keluarga laki-laki, yang telah disebutkan ketika membahas ahli waris dari golongan laki-laki, kecuali suami dan saudara laki-laki seibu, karena keduanya termasuk Ashabu Al Furud (orang yang meneriwa warisan dengan bagian yang sudah di tentukan), dan tidak termasuk Ashabah.
Bapak, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, mereka semua adalah Ashabah, semuanya mewarisi dengan cara Ta’shib, meskipun sebagian dari mereka terkadang mewarisi dengan cara Fard, seperti bapak dan kakek.
Disebutkan di dalam Al Rahabiyah tentang Al Ashabah Al Nasabiyah dan Al Sababiyah,
Seperti bapak, kakek, bapak dari kakek                                                       Dan anak laki-laki, baik yang dekat maupun yang jauh
saudara laki-laki, anak dari saudara laki-laki, paman-paman          dan tuan yang memerdekakan budaknya

demikian juga anak-anak mereka semua                                                    maka dengarkanlah apa yang telah aku sebutkannya