Pakaian dan perhiasan
Hukum asal tentang pakaian dan perhiasan adalah halal:
Hukum asal tentang pakaian dan perhiasan, baik yang dilekatkan di
badan, pakaian, atau di tempat tertentu, adalah halal dan boleh.
Hal itu berdasarkan ayat yang menjelaskan bahwa semua yang
diciptakan oleh Allah untuk makhluknya, adalah agar mereka memanfaatkan nikmat
Allah tersebut di dalam kehidupannya, baik untuk dijadikan pakaian, perhiasan,
atau digunakan untuk yang lainnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dialah (Allah) yang menciptakan segala
apa yang ada di bumi untukmu semuanya.” (Al Baqarah: 29).
Juga firman-Nya, “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa
yang kamu mohonkan kepada-Nya, dan jika menghitung nikmat Allah, niscaya kamu
tidak akan mampu menghitungnya.” (Ibrahim: 34).
Serta firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya
dan rezeki yang baik-baik?” katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat.
Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.”
(Al A’raf: 32).
Allah juga berfirman, “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami
telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu.
Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (Al A’raf: 26).
“Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal,
dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit hewan ternak
yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian dan pada waktu
kamu bermukim, dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu
kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu). Dan Allah
menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan, Dia
menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia menjadikan
pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikanlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya
kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (Al Nahl:
80-81).
Dari dalil-dalil ini, kita dapat mengetahui bahwa hukum asal dari
semua jenis pakaian dan perhiasan adalah halal dan mubah. Kecuali hal-hal yang dikecualikan
oleh dalil khusus.
Pakaian dan perhiasan yang diharamkan:
Diantara pakaian dan perhiasan tersebut ada yang diharamkan dan
dilarang memakainya. Kami akan menjelaskan sebagian dari hal-hal tersebut:
1- Haramnya emas dan perak kecuali untuk jual beli dan semacamnya.
Emas dan perak tidak boleh digunakan untuk segala jenis keperluan
kecuali untuk jual beli dan yang sejenisnya. Maka tidak boleh menggunakan
bejana yang terbuat dari emas atau perak, untuk makan atau minum. emas dan
perak juga tidak boleh dijadikan alat menulis, bercelak, atau digunakan untuk
menghias rumah, tempat duduk, masjid, toko, dan yang lainnya. Baik emas atau
perak yang digunakan tersebut sedikit atau banyak.
Sebagaimana diharamkan menggunakan emas dan perak dalam hal-hal
diatas, demikian juga diharamkan membuatnya meskipun tidak digunakan. Karena
sesuatu yang haram digunakan, haram untuk membuatnya.
Dalil haramnya menggunakan emas dan perak.
Hadits sahih yang menjelaskan haramnya tersebut sangat banyak,
diantaranya:
Hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al
Zinah, bab Tahrimu Isti’mal Awani Al Dzahab: 2065, dari Ummu Salamah ra. Ia
berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa minum dengan bejana emas atau
perak, maka ia mendidihkan api neraka jahanam di dalam perutnya.”
Imam Muslim juga meriwayatkan di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab
Tahrim Isti’mal Ina’i Al Dzahab : 2067, dari Hudzaifah ra. Ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian minum dengan bejana emas
dan perak, dan jangan makan dari piring yang terbuat dari keduanya, karena
sesungguhnya barang-barang tersebut untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia.”
Hukum menggunakan bejana yang disambung atau ditambal dengan emas
atau perak:
Haram menggunakan bejana yang disambung dengan emas secara mutlak,
baik sambungannya tersebut besar atau kecil, juga sama saja baik yang disambung
tersebut adalah bagian yang digunakan, atau tidak.
Adapun bejana yang disambung dengan perak, apabila sambungannya tersebut
besar dan tidak diperlukan, maka haram hukumnya. Dan jika sambungan tersebut
kecil, atau besar tetapi memang dibutuhkan, maka hukumnya boleh, baik sambungan
tersebut berada pada bagian yang digunakan ataupun tidak.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam
Al Asyribah, bab Al Syurbu Min Qadah Al Nabi saw. Wa Aniyatihi, dari Ashim Al
Ahwal ia berkata, “Aku melihat gelas Nabi saw. ada pada Anas bin Malik ra.,
gelas tersebut telah retak, lalu dia menyambungnya dengan perak, Anas berkata,
“Gelas tersebut adalah gelas yang sangat bagus yang terbuat dari kayu pilihan,
Ashim melanjutkan, “Anas berkata, “Sungguh aku telah menuangkan (minuman)
kepada Rasulullah saw. dengan gelas tersebut lebih dari sekian kali.”
Hukum menggunakan bejana yang disepuh dengan emas:
Bejana yang disepuh dengan sedikit emas (yaitu apabila dibakar emas
tersebut tidak terkumpul), maka halal. Dan jika emas yang digunakan untuk
menyepuh tersebut jumlahnya banyak (yaitu jika dibakar emas tersebut berkumpul),
maka hukumnya haram dan tidak boleh menggunakan atau membuatnya.
Dan juga diharamkan menyepuh atap rumah dan dindingnya dengan emas
atau perak, meskipun sedikit.
Hukum menggunakan bejana yang dibuat dari bahan tambang yang
berharga:
Boleh
menggunakan bejana yang terbuat dari bahan tambang yang berharga selain emas
dan perak, seperti berlian, mutiara, yaqut (sejenis batu permata), zamrud,
kaca, dan yang lainnya, karena tidak ada dalil yang melarangnya. dan hukum asal
ini semua adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, dan
mengkiaskan barang-barang tersebut dengan emas dan perak juga tidak tepat.