Al Mas’alah Al Musyarrakah
Dinamakan Musyarrakah karena
di dalamnya ada penggabungan antara saudara-saudara laki-laki sekandung dengan
saudara-saudara seibu di dalam satu bagian, yaitu sepertiga, seperti yang akan
kami jelaskan.
Rukun-rukun dari permasalahan ini
ada empat. Yaitu,
Suami, ibu (atau nenek), saudara
seibu (dua orang keatas) baik laki-laki atau perempuan, saudara laki-laki
sekandung (satu orang atau lebih), baik ada saudara perempuan sekandung (satu
orang atau lebih). Berdasarkan yang telah kita pelajari ketika membahas Ashabu
Al Furud dan Al Ashabah, maka akan diperoleh sebagai berikut,
1- suami akan mendapat setengah dari
harta warisan
2- ibu mendapat seperenam dari
harta warisan
3- saudara-saudara seibu (dua
orang keatas) akan mendapat sepertiga dari harta warisan
4- dan saudara laki-laki
sekandung akan mendapat Ashabah (sisa), sesuai dengan kaidah yang telah
dikenal.
Dari contoh di atas, maka menjadi
jelas bahwa Ashabu Al Furud telah membagi habis harta warisan, sehingga
tidak ada yang tersisa sedikitpun bagi saudara laki-laki sekandung, karena dia
mendapat Ashabah (sisa). Dan menurut kaidah yang telah kita pelajari, maka
dia (saudara laki-laki sekandung) menjadi gugur , karena harta warisan tersebut
tidak tersisa sedikitpun, dan kami telah menyebutkan ketika menjelaskan tentang
pengertian Ashabah, bahwa orang yang mendapat Ashabah akan
mengambil semua harta warisan jika sendirian, dan mengambil harta yang tersisa
setelah di bagikan kepada Ashabu Al Furud jika dia tidak sendirian, dan
jika tidak tersisa sedikitpun setelah dibagikan kepada Ashabu Al Furud,
maka dia (Ashabah) menjadi gugur. Inilah keputusan Umar bin Al Khattab ra. Untuk
permasalahan ini.
Akan tetapi ahli waris tersebut
kemudian datang kembali kepada Umar dan berkata, “Wahai amirul mukminin !
bayangkan, seandainya bapak kami (saudara laki-laki sekandung) adalah batu yang
dilempar dilaut (bapaknya tidak di anggap), bukankah ibu kami adalah sama?
(maksudnya, saudara sekandung dan saudara seibu, berasal dari ibu yang sama).
Menurut satu riwayat bahwa yang mengatakan hal ini adalah Zaid bin Tsabit ra.,
lalu Umar merasa puas dengan ucapan ini, sehingga dia kemudian memutuskan untuk
menggabungkan saudara laki-laki sekandung dengan saudara-saudara seibu untuk
bersama-sama mendapat bagian sepertiga dari harta warisan dan membaginya sama
rata di antara mereka, seolah-olah mereka semua adalah saudara seibu.
Keputusan Umar ini disetujui oleh banyak
sahabat, di antaranya Zaid bin Tsabit ra. Dan inilah madzhab yang diambil oleh
imam Al Syafi’I, dan inilah pendapat yang dapat diterima oleh akal, dan sesuai
dengan prinsip keadilan.
No comments:
Post a Comment