Sunday, July 5, 2015

faraid part 30

Al Mas’alah Al Musyarrakah
Dinamakan Musyarrakah karena di dalamnya ada penggabungan antara saudara-saudara laki-laki sekandung dengan saudara-saudara seibu di dalam satu bagian, yaitu sepertiga, seperti yang akan kami jelaskan.

Rukun-rukun dari permasalahan ini ada empat. Yaitu,
Suami, ibu (atau nenek), saudara seibu (dua orang keatas) baik laki-laki atau perempuan, saudara laki-laki sekandung (satu orang atau lebih), baik ada saudara perempuan sekandung (satu orang atau lebih). Berdasarkan yang telah kita pelajari ketika membahas Ashabu Al Furud dan Al Ashabah, maka akan diperoleh sebagai berikut,
1- suami akan mendapat setengah dari harta warisan
2- ibu mendapat seperenam dari harta warisan
3- saudara-saudara seibu (dua orang keatas) akan mendapat sepertiga dari harta warisan
4- dan saudara laki-laki sekandung akan mendapat Ashabah (sisa), sesuai dengan kaidah yang telah dikenal.
Dari contoh di atas, maka menjadi jelas bahwa Ashabu Al Furud telah membagi habis harta warisan, sehingga tidak ada yang tersisa sedikitpun bagi saudara laki-laki sekandung, karena dia mendapat Ashabah (sisa). Dan menurut kaidah yang telah kita pelajari, maka dia (saudara laki-laki sekandung) menjadi gugur , karena harta warisan tersebut tidak tersisa sedikitpun, dan kami telah menyebutkan ketika menjelaskan tentang pengertian Ashabah, bahwa orang yang mendapat Ashabah akan mengambil semua harta warisan jika sendirian, dan mengambil harta yang tersisa setelah di bagikan kepada Ashabu Al Furud jika dia tidak sendirian, dan jika tidak tersisa sedikitpun setelah dibagikan kepada Ashabu Al Furud, maka dia (Ashabah) menjadi gugur. Inilah keputusan Umar bin Al Khattab ra. Untuk permasalahan ini.
Akan tetapi ahli waris tersebut kemudian datang kembali kepada Umar dan berkata, “Wahai amirul mukminin ! bayangkan, seandainya bapak kami (saudara laki-laki sekandung) adalah batu yang dilempar dilaut (bapaknya tidak di anggap), bukankah ibu kami adalah sama? (maksudnya, saudara sekandung dan saudara seibu, berasal dari ibu yang sama). Menurut satu riwayat bahwa yang mengatakan hal ini adalah Zaid bin Tsabit ra., lalu Umar merasa puas dengan ucapan ini, sehingga dia kemudian memutuskan untuk menggabungkan saudara laki-laki sekandung dengan saudara-saudara seibu untuk bersama-sama mendapat bagian sepertiga dari harta warisan dan membaginya sama rata di antara mereka, seolah-olah mereka semua adalah saudara seibu.
Keputusan Umar ini disetujui oleh banyak sahabat, di antaranya Zaid bin Tsabit ra. Dan inilah madzhab yang diambil oleh imam Al Syafi’I, dan inilah pendapat yang dapat diterima oleh akal, dan sesuai dengan prinsip keadilan.

No comments:

Post a Comment