Thursday, August 27, 2015

faraid 37: hukum warisan bagi orang banci

Pembagian warisan untuk Al Khuntsa Al Musykil
Pengertian Al Khuntsa Al Musykil
Al Khuntsa secara bahasa diambil dari kata Al Inkhinats, yaitu bermakna Al Tatsanni Wa Al Takassur, sementara Al Musykil diambil dari kata Syakala atau Asykala yang bermakna Iltabasa (samar-samar).
Al Khuntsa Al Musykil  secara istilah adalah orang yang memiliki alat kelamin ganda (alat kelamin laki-laki dan alat kelamin wanita), atau orang itu memiliki lubang yang tidak menyerupai salah satu dari keduanya, sebagai tempat keluarnya air kencing.

Macam-macam Al Khuntsa (banci),
Al Khuntsa ada dua macam. Yaitu, Khuntsa Musykil dan Khuntsa Ghairu Musykil.
Al Khuntsa Ghairu Al Musykil adalah orang yang berkelamin ganda, akan tetapi salah satunya lebih dominan, seperti jika dia menikah lalu dia mendapatkan anak maka dapat dipastikan bahwa dia adalah seorang laki-laki. atau dia menikah, kemudian hamil, maka dapat dipastikan bahwa dia adalah wanita.
Adapun Al Khuntsa Al Musykil adalah jika tidak dapat dibedakan apakah dia laki-laki atau wanita. Para fuqaha telah menyebutkan tanda-tanda untuk membedakan apakan dia seorang laki-laki atau wanita setelah orang tersebut baligh.
Yaitu, apabila dia mengelurkan air mani, maka dia adalah laki-laki, dan apabila dia haid, maka dia adalah wanita. Dan jika secara zahir dia menyukai wanita, maka secara umum kemungkinan besar dia adalah laki-laki, demikian juga jika dia menyukai laki-laki, maka kemungkinan besar dia adalah wanita.
Adapun pada saat sekarang dan setelah kemajuan yang begitu pesat dalam bidang kedokteran, maka kecil kemungkinan adanya Khuntsa Musykil, karena para dokter secara umum dapat menyingkap hal tersebut.
Kalau kita berandai-andai bahwa dokter tidak mampu menyingkap, apakah dia adalah seorang laki-laki atau wanita, maka orang itulah yang disebut dengan Al Khuntsa Al Musykil.
Hukum Al Khuntsa Al Musykil di dalam warisan
Al Khuntsa Al Musykil tidak mungkin jika dia adalah seorang ayah, ibu, kakek, dan nenek. Karena kalau dia adalah salah satu mereka maka hukumnya jelas (pasti laki-laki atau wanita).
Demikan juga Al Khuntsa Al Musykil tidak mungkin posisinya sebagai suami atau istri, karena Al Khuntsa Al Musykil tidak boleh menikah.
Kalau begitu, maka Al Khuntsa Al Musykil hanya terdapat pada tiga kelompok. Yaitu, anak, saudara, paman, atau wala’.

Penjelasan,
1- apabila bagian warisan dari Al Khuntsa Al Musykil adalah sama (baik jika dia dianggap sebagai laki-laki atau perempuan), demikan juga tidak berpengaruh kepada bagian ahli waris yang lain, maka harta warisan dibagikan sebagaimana biasa seperti yang telah kita jelaskan.
Contoh, jika ahli waris si mayit adalah ibu, satu saudara laki-laki, dan satu saudara seibu Khuntsa (banci).
Maka di dalam permasalahan ini, harta warisan dibagi seperti tidak ada ahli waris yang Khuntsa, karena pada kondisi ini tidak ada perbedaan bagian yang akan dia peroleh, baik jika dia dianggap sebagai laki-laki atau perempuan. Karena saudara seibu mendapat seperenam (baik laki-laki atau perempuan).
Ibu mendapat seperenam karena ada saudara (dua orang atau lebih), dan saudara laki-laki mendapat Ashabah (semua yang tersisa).
2- kalau seandainya Al Khuntsa itu dapat mewarisi atau tidak mewarisi jika dia dianggap laki-laki atau perempuan, maka pada kondisi ini dia tidak diberikan bagian dari harta warisan sehingga statusnya telah jelas (apakah laki-laki atau perempuan), atau jika semua ahli waris merelakannya.
Demikian juga jika hal itu berpengaruh kepada ahli waris yang lain, maka dia (Al Khuntsa) tidak diberi bagian dari harta warisan.
Kalau seandainya si mayit meninggalkan ahli waris berupa istri, paman, dan anak dari saudara (Khuntsa).
Maka di dalam permasalahan ini, istri mendapat seperempat (karena dia tidak terpengaruh dengan keadaan Al Khuntsa (baik jika dianggap laki-laki atau perempuan). Adapun paman, maka dia tidak diberi warisan untuk saat ini, karena ada kemungkinan anak dari saudara si mayit tersebut adalah laki-laki, sehingga dia menghalangi paman.
Demikian juga anak dari saudara laki-laki si mayit tidak diberi harta warisan, karena ada kemungkinan dia perempuan, sehingga tidak mewarisi, karena anak perempuan dari saudara laki-laki bukan ahli waris.
Sehingga menjadi jelas di dalam permasalahan ini, bahwa tiga perempat dari harta warisan ini ditangguhkan. Dan jika kemudian Al Khuntsa tersebut ternyata adalah laki-laki, maka harta itu dibil olehnya, dan jika dia perempuan, maka harta tersebut diambil oleh paman.
3- apabila bagian dari Al Khuntsa itu berbeda jika dia laki-laki atau wanita, demikian juga hal itu dapat berpengaruh kepada ahli waris yang lain, maka semua ahli waris diberikan bagian minimal dari harta warisan yang mungkin mereka dapatkan, karena bagian minimal tersebut adalah sesuatu yang sudah yakin (pasti menjadi bagiannya), sementara harta yang tersisa ditangguhkan, sampai keadaan dari Al Khuntsa tersebut menjadi jelas (apakah laki-laki atau perempuan) untuk kemudian dihitung, atau ditangguhkan sehingga semua ahli waris berdamai (saling merelakan).
Kalau seseorang mati dan meniggalkan anak laki-laki, dan anak khuntsa (banci),  jika khuntsa tersebut dianggap laki-laki, maka harta tersebut dibagi sama rata untuk mereka berdua, sehingga masing-masing mendapat setengah dari harta peninggalan, karena mereka berdua adalah saudara. Dan jika Khuntsa tersebut dianggap perempuan, maka Khuntsa mendapat sepertiga, dan anak laki-laki mendapat dua pertiga. Maka khuntsa tersebut dianggap perempuan terlebih dahulu sehingga dia mendapat sepertiga (bagian minimal yang pasti diperoleh), sementara anak laki-laki diberi setengah (bagian minimal yang pasti diperoleh), dan seperenam harta yang tersisa ditangguhkan sehingga Khuntsa tersebut keadaannya menjadi jelas, jika dia laki-laki maka dia akan mengambil yang seperenam, sementara jika dia perempuan, maka sisa seperenam tersebut akan diambil oleh anak laki-laki, dan jika keadaan Khuntsa tersebut tidak jelas, maka mereka berdua bersepakat tentang sisa harta tersebut.

No comments:

Post a Comment