Pembagian warisan untuk Al
Khuntsa Al Musykil
Pengertian Al Khuntsa Al
Musykil
Al Khuntsa secara bahasa
diambil dari kata Al Inkhinats, yaitu bermakna Al Tatsanni Wa Al
Takassur, sementara Al Musykil diambil dari kata Syakala atau
Asykala yang bermakna Iltabasa (samar-samar).
Al Khuntsa Al Musykil secara istilah adalah orang yang memiliki alat
kelamin ganda (alat kelamin laki-laki dan alat kelamin wanita), atau orang itu
memiliki lubang yang tidak menyerupai salah satu dari keduanya, sebagai tempat
keluarnya air kencing.
Macam-macam Al Khuntsa
(banci),
Al Khuntsa ada dua macam.
Yaitu, Khuntsa Musykil dan Khuntsa Ghairu Musykil.
Al Khuntsa Ghairu Al Musykil
adalah orang yang berkelamin ganda, akan tetapi salah satunya lebih dominan,
seperti jika dia menikah lalu dia mendapatkan anak maka dapat dipastikan bahwa
dia adalah seorang laki-laki. atau dia menikah, kemudian hamil, maka dapat
dipastikan bahwa dia adalah wanita.
Adapun Al Khuntsa Al Musykil
adalah jika tidak dapat dibedakan apakah dia laki-laki atau wanita. Para fuqaha
telah menyebutkan tanda-tanda untuk membedakan apakan dia seorang laki-laki
atau wanita setelah orang tersebut baligh.
Yaitu, apabila dia mengelurkan
air mani, maka dia adalah laki-laki, dan apabila dia haid, maka dia adalah
wanita. Dan jika secara zahir dia menyukai wanita, maka secara umum kemungkinan
besar dia adalah laki-laki, demikian juga jika dia menyukai laki-laki, maka
kemungkinan besar dia adalah wanita.
Adapun pada saat sekarang dan
setelah kemajuan yang begitu pesat dalam bidang kedokteran, maka kecil
kemungkinan adanya Khuntsa Musykil, karena para dokter secara umum dapat
menyingkap hal tersebut.
Kalau kita berandai-andai bahwa dokter tidak
mampu menyingkap, apakah dia adalah seorang laki-laki atau wanita, maka orang
itulah yang disebut dengan Al Khuntsa Al Musykil.
Hukum Al Khuntsa Al Musykil di
dalam warisan
Al Khuntsa Al Musykil
tidak mungkin jika dia adalah seorang ayah, ibu, kakek, dan nenek. Karena kalau
dia adalah salah satu mereka maka hukumnya jelas (pasti laki-laki atau wanita).
Demikan juga Al Khuntsa Al
Musykil tidak mungkin posisinya sebagai suami atau istri, karena Al
Khuntsa Al Musykil tidak boleh menikah.
Kalau begitu, maka Al Khuntsa
Al Musykil hanya terdapat pada tiga kelompok. Yaitu, anak, saudara, paman,
atau wala’.
Penjelasan,
1- apabila bagian warisan dari Al
Khuntsa Al Musykil adalah sama (baik jika dia dianggap sebagai laki-laki
atau perempuan), demikan juga tidak berpengaruh kepada bagian ahli waris yang
lain, maka harta warisan dibagikan sebagaimana biasa seperti yang telah kita
jelaskan.
Contoh, jika ahli waris si mayit
adalah ibu, satu saudara laki-laki, dan satu saudara seibu Khuntsa
(banci).
Maka di dalam permasalahan ini,
harta warisan dibagi seperti tidak ada ahli waris yang Khuntsa, karena
pada kondisi ini tidak ada perbedaan bagian yang akan dia peroleh, baik jika
dia dianggap sebagai laki-laki atau perempuan. Karena saudara seibu mendapat
seperenam (baik laki-laki atau perempuan).
Ibu mendapat seperenam karena ada
saudara (dua orang atau lebih), dan saudara laki-laki mendapat Ashabah (semua
yang tersisa).
2- kalau seandainya Al Khuntsa
itu dapat mewarisi atau tidak mewarisi jika dia dianggap laki-laki atau
perempuan, maka pada kondisi ini dia tidak diberikan bagian dari harta warisan sehingga
statusnya telah jelas (apakah laki-laki atau perempuan), atau jika semua ahli
waris merelakannya.
Demikian juga jika hal itu
berpengaruh kepada ahli waris yang lain, maka dia (Al Khuntsa) tidak diberi
bagian dari harta warisan.
Kalau seandainya si mayit
meninggalkan ahli waris berupa istri, paman, dan anak dari saudara (Khuntsa).
Maka di dalam permasalahan ini,
istri mendapat seperempat (karena dia tidak terpengaruh dengan keadaan Al
Khuntsa (baik jika dianggap laki-laki atau perempuan). Adapun paman, maka dia
tidak diberi warisan untuk saat ini, karena ada kemungkinan anak dari saudara
si mayit tersebut adalah laki-laki, sehingga dia menghalangi paman.
Demikian juga anak dari saudara
laki-laki si mayit tidak diberi harta warisan, karena ada kemungkinan dia
perempuan, sehingga tidak mewarisi, karena anak perempuan dari saudara
laki-laki bukan ahli waris.
Sehingga menjadi jelas di dalam
permasalahan ini, bahwa tiga perempat dari harta warisan ini ditangguhkan. Dan
jika kemudian Al Khuntsa tersebut ternyata adalah laki-laki, maka harta itu
dibil olehnya, dan jika dia perempuan, maka harta tersebut diambil oleh paman.
3- apabila bagian dari Al Khuntsa
itu berbeda jika dia laki-laki atau wanita, demikian juga hal itu dapat
berpengaruh kepada ahli waris yang lain, maka semua ahli waris diberikan bagian
minimal dari harta warisan yang mungkin mereka dapatkan, karena bagian minimal
tersebut adalah sesuatu yang sudah yakin (pasti menjadi bagiannya), sementara
harta yang tersisa ditangguhkan, sampai keadaan dari Al Khuntsa tersebut
menjadi jelas (apakah laki-laki atau perempuan) untuk kemudian dihitung, atau
ditangguhkan sehingga semua ahli waris berdamai (saling merelakan).
Kalau seseorang mati dan meniggalkan anak
laki-laki, dan anak khuntsa (banci), jika khuntsa tersebut dianggap laki-laki,
maka harta tersebut dibagi sama rata untuk mereka berdua, sehingga
masing-masing mendapat setengah dari harta peninggalan, karena mereka berdua
adalah saudara. Dan jika Khuntsa tersebut dianggap perempuan, maka Khuntsa
mendapat sepertiga, dan anak laki-laki mendapat dua pertiga. Maka khuntsa
tersebut dianggap perempuan terlebih dahulu sehingga dia mendapat sepertiga
(bagian minimal yang pasti diperoleh), sementara anak laki-laki diberi setengah
(bagian minimal yang pasti diperoleh), dan seperenam harta yang tersisa
ditangguhkan sehingga Khuntsa tersebut keadaannya menjadi jelas, jika dia
laki-laki maka dia akan mengambil yang seperenam, sementara jika dia perempuan,
maka sisa seperenam tersebut akan diambil oleh anak laki-laki, dan jika keadaan
Khuntsa tersebut tidak jelas, maka mereka berdua bersepakat tentang sisa
harta tersebut.
No comments:
Post a Comment