Mawani’ (Yang menghalangi)
dari mendapat warisan
Pengertian Al Maani’
Al Maani’ secara bahasa
berarti Al Haail (yang menghalangi), dan secara istilah berarti sesuatu
yang dengan adanya sesuatu tersebut mewajibkan tidak adanya hukum, dan tidak
adanya sesuatu tersebut tidak mewajibkan ada atau tidak adanya suatu hukum
karena dzat sesuatu itu sendiri.
Contohnya budak, adanya status
budak pada diri seseorang mewajibkan baginya untuk tidak mendapatkan warisan,
dan tidak adanya status budak pada diri seseorang tidak mewajibkan baginya
untuk menerima atau tidak menerima warisan.
Hal-hal yang menghalangi
seseorang dari menerima warisan ada tiga,
1- budak dengan segala jenisnya.
Budak menghalangi dari
mendapatkan warisan dilihat dari dua sisi. Budak tidak mendapat warisan, karena
kalau dia mendapatkan warisan maka harta tersebut akan diwarisi oleh tuannya,
padahal tuan tersebut adalah bukan ahli waris dari orang yang memberikan
warisan pertama kali.
Budak juga tidak dapat
mewariskan, karena budak tidak memiliki hartanya, bahkan dia dan hartanya
adalah milik dari tuannya.
Akan tetapi budak Al Muba’ad
(orang yang separuh dari badannya telah merdeka, sementara separuh badannya
yang lain masih budak), boleh mewariskan apa yang dimiliki oleh separuh
badannya yang telah merdeka, dan hartanya tersebut untuk ahli warisnya.
2- membunuh
Seorang pembunuh tidak mewarisi
apapun dari orang yang dibunuh, baik dia membunuhnya dengan sengaja atau tidak,
baik membunuhnya karena benar ataupun tidak, atau dia orang yang menghukumi
untuk membunuhnya, atau dia bersaksi bagi seseorang yang dengan persaksiannya
itu, maka orang tersebut wajib untuk dibunuh, atau dia membenarkan orang yang
bersaksi tersebut. karena membunuh adalah memutus hubungan Al Muwalah,
dan Al Muwalah adalah sebab mendapat warisan.
Abu Daud meriwayatkan di dalam Al
Diyat, bab Diyat Al A’dla’: 4564, dari Amr bin Syuaib, dar bapaknya, dari
kakeknya, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pembunuh tidak mendapatkan apa-apa
(dari harta warisan orang yang dibunuh).” Beliau juga bersabda, “Seorang
pembunuh tidak mewarisi.”
Akan tetapi orang yang dibunuh
mewarisi harta orang yang membunuhnya, seperti seorang anak yang melukai
bapaknya dengan luka yang menyebabkan kematiannya, akan tetapi si anak tersebut
mati sebelum bapaknya, maka si bapak tersebut berhak mewarisi harta anaknya
yang membunuh tersebut, karena tidak ada yang menghalangi si bapak untuk
mewarisi harta si anak.
3- berbeda agama (antara orang
islam dan orang kafir)
Orang kafir tidak mewarisi harta
orang islam, demikian juga orang islam tidak mewarisi harta orang kafir, karena
terputusnya Al Muwalah di antara keduanya.
Imam Al Bukhari meriwayatkan di
dalam Al Faraid, bab La Yaritsu Al Muslim Al Kafir Wa La Al Kafiru Al Muslima:
6383, dan imam Muslim di awal kitab Al Faraid, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Orang islam tidak mewarisi (harta) orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi
(harta) orang islam.”
Orang yang murtad dari agama
islam adalah kafir, sehingga dia tidak mewarisi atau mewariskan kepada
seorangpun, tetapi hartanya adalah sebagai Fai’ (rampasan) bagi
baitulmal kaum muslimin, baik orang tersebut mendapatkan hartanya itu ketika
masih islam atau sudah murtad.
Adapun orang-orang kafir, maka
mereka saling mewarisi meskipun agama mereka berbeda. Sehingga orang nashrani
mewarisi orang Yahudi, orang Yahudi mewarisi orang Majusi, orang Majusi
mewarisi orang Watsani (penyembah berhala), demikian juga sebaliknya. Karena
kafir semuanya dianggap satu agama di dalam hukum waris.
Allah berfirman, “Maka tidak
ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling
(dari kebenaran).” (Yunus: 32).
Akan tetapi para fuqaha
mengecualikan hal tersebut, yaitu tidak ada hak saling mewarisi antara kafir
Dzimmi dan kafir Harbi, meskipun mereka berasal dari satu agama, seperti dua
orang Yahudi misalnya, karena terputusnya Al Muwalah di antara mereka
berdua.
Al Rahabi berkata di dalam Al
Rahabiyah,
Salah satu dari tiga hal yang
menghalangi seseorang dari warisan
Budak, membunuh, dan berbeda
agama
Maka pahamilah, keraguan tidak
seperti keyakinan
No comments:
Post a Comment