Sunday, February 1, 2015

faraidl part 7

Rukun-rukun warisan
Warisan memiliki tiga rukun,
1- Al Muwarrits, yaitu orang yang memberikan warisan (mayit)
2- Al Warits, yaitu orang yang masih memiliki hubungan dengan mayit, yang menyebabkan dia berhak untuk mewarisinya (ahli waris).
3- Al Mauruts, yaitu harta yang ditinggalkan oleh si mayit setelah kematiannya (harta yang diwariskan).

Sebab-sebab warisan
Pengertian sebab
Al Sabab (sebab) secara bahasa adalah sesuatu yang digunakan untuk menjadi perantara kepada sesuatu yang lain, dan secara istilah adalah sesuatu yang dengan adanya sesuatu tersebut mewajibkan adanya hukum, dan tidak adanya sesuatu tersebut mewajibkan tidak adanya hukum.

Pengertian Al Mirats
Al Mirats dan Al Irts bermakna sama, secara bahasa bermakna Al Baqa’ (tetap), dan berpindahnya sesuatu dari satu kaum kepada kaum yang lain, Mirats adalah bentuk masdar dari waratsa Al Syai’ wiraatsah, miirats, irts.
Al Irts bermakna Al Mauruts (warisan) dan Al Turats secara bahasa bermakna Al Aslu (asal) dan Al Baqiyah (sisa), seperti makna firman Allah ta’ala, “Sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram).” (Al Fajr: 19).
Juga sabda Rasulullah saw., “Tetaplah pada tempat-tempat ibadah kalian, karena kalian berada pada warisan di antara warisan bapak kalian Ibrahim as.” yakni berada pada asal dan sisa dari agama nabi Ibrahim as. hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam Al Manasik, bab Maudli’u Al Wukuf Bi’arafah: 1919, dan Al Tirmidzi di dalam Al Haj, bab Al Wukuf Bi’arafah Wa Al Du’a Biha: 883, dan Al Nasai di dalam Al Haj, , bab Raf’u Al Yadain Fi Al Du’a Bi’arafah: 5/255, dan Ibnu Majah di dalam Al Manasik, bab Al Mauqif Bi’arafah: 3011.
Al Irts secara istilah adalah hak yang mungkin dibagi-bagi, dan hak tersebut menjadi milik orang yang berhak setelah kematian si mayit, karena adanya hubungan kekerabatan antara keduanya, atau karena yang semisalnya, seperti hubungan pernikahan dan Wala’

Sebab menerima warisan ada empat,
1- nasab, yaitu hubungan kekerabatan.
Di antara orang yang berhak mendapat warisan karena nasab adalah kedua orang tua dan orang yang dibawah keduanya, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, anak dari saudara kandung laki-laki, atau anak dari saudara laki-laki seayah.
Juga anak si mayit dan orang-orang yang dibawahnya seperti anak laki-laki, anak perempuan, anak laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan dari anak laki-laki.
2- hubungan pernikahan, yaitu akad nikah yang sah, meskipun belum terjadi hubungan suami istri, atau berduaan di tempat yang sepi, dan kedua suami istri tersebut saling mewarisi.
Kedua suami istri juga saling mewarisi ketika masih dalam masa iddah dari talak Raj’i (talak yang pertama dan kedua).
Adapun jika akad nikah tersebut adalah fasid (tidak sah), maka keduanya tidak dapat saling mewarisi, meskipun telah terjadi hubungan suami istri di antara keduanya, atau keduanya pernah berduaan ditempat sepi. Di antara contoh nikah fasid adalah akad nikah tanpa wali atau tanpa saksi, demikian juga nikah mut’ah.
3- Al Wala’          
Al Wala’ secara bahasa berarti Al Qarabah (kekerabatan), akan tetapi yang dimaksud dengan Al Wala’ disini adalah Wala’ Al ‘Itaqah, yaitu orang yang berhak menerima warisan (dari mantan budaknya) yang telah ia bebaskan. Baik orang yang membebaskan budak tersebut adalah seorang laki-laki ataupun wanita. Al Mu’tiq (orang yang membebaskan budak) mendapatkan warisan dengan cara ‘Ashabah Bi Al Nafs.
Rasulullah saw. bersabda, “Al Wala’ adalah kerabat, seperti kerabat karena hubungan nasab.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Al Musnad (1/191, 194). Sementara budak yang dimerdekakan tidak menerima warisan apapun dari orang yang memerdekakannya.
4- islam
Harta peninggalan seorang muslim diberikan sebagai warisan kepada Bait Al Mal kaum muslimin, apabila orang tersebut meninggal dan dan dia tidak memiliki ahli waris. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang sahih, di dalam Al Kharaj Wa Al Imarah, bab Fi Arzaqi Al Dzurriyah: 2956, dari Al Miqdad bin Ma’di yakrib ra. Ia berkata, “Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa meninggalkan keluarga maka menjadi tanggunganku, dan barang siapa meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya, dan aku adalah pewaris orang yang tidak memiliki ahli waris, Aku membayar diayatnya dan mewarisinya.”
Dan sebagaimana yang telah diketahui, bahwa bahwa Nabi saw. tidak mewarisi apapun untuk dirinya sendiri, akan tetapi beliau menggunakannya untuk kemaslahatan kaum muslimin, karena merekalah yang berkewajiban membayar diyat bagi si mayit, seperti Ashabah dari kerabat. Sehingga seorang imam dibolehkan untuk memberikan harta peninggalan orang yang tidak memiliki ahli waris, kepada Bait Al Mal kaum muslimin, atau memberikannya kepada orang yang dia inginkan. Berdasarkan hal ini, maka Baitulmal kaum muslimin, lebih didahulukan dari pada Rad (dikembalikannya sisa dari warisan kepada ahli waris yang ada sesuai dengan prosentase bagian masing-masing) dan Dzawi Al Arham (keluarga yang bukan termasuk ahli waris).

Pendapat ulama Syafi’iyah Al Mutaakhhirin tentang Bait Al Mal
para ulama Syafi’iyah Al Mutakhhirin berfatwa tentang tidak bolehnya memberikan warisan kepada Bait Al Mal, karena syarat diberikannya warisan kepada bait al mal adalah apabila baitulmal tersebut Muntadzim (tertata dan resmi dari pemerintahan islam), yaitu harta peninggalan tersebut dibagikan kepada pihak-pihak yang berhak secara syar’i.
mereka beralasan bahwa baitulmal sekarang bukan Muntadzim, dan sangat kecil harapannya untuk menjadi Muntadzim, sehingga turunnya nabi Isa as.
oleh karena itu mereka (para ulama syafi’iyah Al Mutakhhirun) menghukumi untuk mengembalikan harta peninggalan tersebut kepada Dzawi Al Furud (orang yang berhak menerima warisan sesuai yang telah ditentukan didalam syariat) selain suami atau istri, dan jika tidak ada Dzawi Al Furud, maka harta tersebut diberikan kepada Dzawi Al Arham (orang yang masih memiliki hubungan keluarga, tetapi tidak termasuk ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan di dalam syariat). Oleh karena itu banyak ulama faraid tidak menyebutkan baitulmal diantara sebab untuk mendapatkan warisan.
Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Husain Al Rahabi yang lebih dikenal dengan Ibnu Muwaffiq Al Din berkata di dalam Mandzumahnya yang disebut dengan Al Rahabiyah,
Sebab mendapatkan warisan ada tiga                                                           Tiap-tiap dari hal itu menyebabkan dia berhak mendapat warisan

Yaitu pernikahan, wala’, dan hubungan nasab                                        dan tidak ada setelahnya sebab untuk mendapat warisan

No comments:

Post a Comment