Syarat-syarat pembagian
warisan
1- kepastian akan kematian Al
Muwarrits (orang yang memberikan warisan), atau dihukumi seperti orang mati
dengan perkiraan. Hal itu seperti janin yang keluar dalam keadaan mati dari
rahim ibu yang masih hidup, atau keluar dalam keadaan mati setelah kematian
ibunya, karena disebabkan kejahatan terhadap ibunya, yang menyebabkan orang
yang melakukan hal tersebut berkewajiban untuk membayar Ghurrah (budak
laki-laki atau budak wanita). Maka diperkirakan bahwa janin tersebut masih
dalam keadaan hidup sebelum kejahatan tersebut dilakukan, juga diperkirakan
bahwa janin tersebut mati disebabkan kejahatan yang terjadi pada ibunya,
sehingga Ghurrah tersebut diwarisi.
Atau Al Muwarrits (orang
yang memberikan warisan) dihukumi telah mati, sebagaimana keputusan hakim yang
menghukumi kematian orang yang hilang, sesuai dengan ijtihadnya.
2- dipastikan bahwa ahli waris
masih hidup, setelah kematian orang yang memberikan warisan, meskipun hanya
hidup sebentar.
3- mengetahui kedudukan hubungan
ahli waris terhadap mayit, baik karena hubungan kekerabatan, pernikahan, atau
karena Wala’ (kesetiaan seorang budak kepada tuan yang memerdekakannya).
4- kedudukan dia di dalam keluarga si mayit
sehingga berhak menerima warisan, dengan terperinci. Hal ini khusus untuk
seorang hakim, sehingga kesaksian di dalam warisan tidak diterima sama sekali,
seperti ucapan seorang saksi kepada hakim, “Orang ini adalah termasuk ahli
waris.” Tetapi dalam persaksiannya tersebut dia harus bisa menjelaskan hubungan
kekerabatan orang tersebut dengan si mayit sehingga ia berhak untuk
mewarisinya. Juga tidak cukup hanya dengan ucapan seorang saksi, “Orang ini
adalah anak laki-laki dari paman si mayit,” tetapi harus diketahui hubungan
kekerabatan diantara keduanya
No comments:
Post a Comment