Saturday, September 13, 2014

warisan Allah

Saudaraku
Sadarkah kita, bahwa Allah SWT. telah memberikan warisan kepada kita dengan sebuah warisan yang agung. Akan tetapi, sedikit sekali dari kita yang menyadari akan hal itu, atau tidak dapat memanfaatkan warisan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita.
Apakah warisan Allah tersebut? marilah kita buka kembali firaman Allah ta’ala:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنا مِنْ عِبادِنا فَمِنْهُمْ ظالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سابِقٌ بِالْخَيْراتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ (al fatir:32)
“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada pula yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”
ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT. telah memberikan warisan kepada orang-orang yang telah dipilih oleh-Nya berupa Al Kitab, dan dijelaskan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan Al Kitab adalah Al Quran.
Kalau begitu sesungguhnya Allah SWT. telah memberikan warisan yang sama kepada kita, tetapi sikap kita terhadap warisan tersebutlah yang nanti akan menjadi pembeda.
Ibarat satu keluarga yang masing-masing mendapat warisan yang sama, maka kenyataannya adalah hasil dari masing-masing anggota keluarga nantinya berbeda.
Ada diantara mereka yang dapat mengelola harta warisan tersebut dengan baik, bahkan berhasil mengembangkannya sehingga jumlahnya terus bertambah. Sebagian yang lain ada yang hanya menjaga harta warisan tersebut tanpa berusaha untuk mengembangkannya, sehingga harta warisan tersebut tetap adanya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sementara sebagian yang lain tidak dapat mengelola harta warisan tersebut, sehingga harta tersebut habis sedikit demi sedikit. Kalau begitu, yang membedakan itu semua adalah bukan jumlah awalnya, tetapi kepribadian masing-masing indifidulah yang akan menjadikan hal yang sama pada awalnya menjadi berbeda pada akhirnya.
Demikian juga ketika kita diberi warisan oleh Allah SWT. berupa warisan yang sangat agung, yaitu Al Quran. Maka sikap dan tindakan masing-masing indifidu terhadap warisan tersebut berbeda sehingga hasilnya juga berbeda. Oleh karena itu, kemudian Allah SWT. menjelaskan bahwa di antara mereka ada yang dzalimun linafsih (dzalim terhadap dirinya sendiri), Muqtasid, dan Sabiqun bi Al Khairat (bersegera dalam kebaikan).
1. dzalimun linafsih
Di dalam tafsirnya Dr. Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dzalimun linafsihi adalah
الظالم لنفسه: بتجاوز الحد، وهو المفرط في فعل بعض الواجبات، المرتكب لبعض المحرمات.
Al Dzalimu Linafsihi adalah mereka yang melampaui batas, menyepelekan dari melakukan sebagian kewajiban, dan  mereka yang melakukan sesuatu yang dilarang.
Barang kali timbul satu pertanyaan di dalam diri kita, bagaimana orang yang dzalim terhadap dirinya dimasukkan oleh Allah termasuk di dalam hamba-hambanya yang terpilih yang diberi warisan?
Al Fakhru Al Razi di dalam tafsirnya menyebutkan:
فنقول المؤمن عند المعصية يضع نفسه في غير موضعها فهو ظالم لنفسه حال المعصية وإليه الإشارة بقوله صلى الله عليه وسلّم : "لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن"
Orang mukmin ketika bermaksiat, maka dia telah menempatkan dirinya bukan pada tempat yang seharusnya, oleh karena itu, dia termasuk kedalam orang yang mendzalimi dirinya sendiri pada saat dia bermaksiat. Hal ini seperti sabda Nabi saw., “seorang pezina tidaklah berzina, apabila saat itu dia dalam keadaan mukmin.”
Sementara Al Syaukani di dalam tafsirnya Fath Al Qadir menjelaskan:
وهو يصدق على الظلم للنفس بمجرد إحرامها للحظ وتفويت ما هو خير هلا فتارك الاستكثار من الطاعات قد ظلم نفسه باعتبار ما فوتها من الثواب وإن كان قائما بما أوجب الله عليه تاركا لما نهاه الله عنه فهو من هذه الحيثية ممن اصطفاه الله ومن أهل الجنة فلا إشكال في الآية ومن هذا قول آدم { ربنا ظلمنا أنفسنا } وقول يونس { إني كنت من الظالمين }.
Seseorang dikatakan dzalim terhadap dirinya sendiri, hanya dengan mengharamkan dirinya atau melewatkan kesempatan dari mendapatkan bagian yang lebih baik. Maka orang-orang yang tidak memperbanyak ketaatan maka dia telah mendzalimi dirinya sendiri karena dia telah melewatkan kesempatan untuk mendapat pahala (yang lebih banyak) meskipun dia adalah orang yang melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. Maka jika dilihat dari sisi ini, dia tetap termasuk hamba-hamba Allah yang dipilih dan juga termasuk ahli syurga, sehingga tidak ada masalah didalam memahami ayat tersebut. hal ini seperti ucapan nabi Adam as., “Wahai Rabb kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri.” Atau ucapan nabi Yunus as., “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim.”
2. Muqtasid
Siapakah Muqtasid tersebut? Dr. Wahbah Zuhaili di dalam tafsir Al Munir mengatakan:
المقتصد: المتوسط المؤدي للواجبات، التارك للمحرمات، لكنه قد يترك بعض المستحبات، ويفعل بعض المكروهات.
Al Muqtashid adalah orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan hal-hal yang diharamkan, akan tetapi dia terkadang meninggalkan sebagian hal-hal yang disunahkan, dan melakukan hal-hal yang dimakruhkan.
Sementara Al Syaukani menjelaskan:
المقتصد هو من يتوسط في أمر الدين ولا يميل إلى جانب الإفراط ولا إلى جانب التفريط.
Al Muqtasid adalah orang yang pertengahan di dalam perkara agama, dia tidak berlebih-lebihan tetapi juga tidak menyepelekan.
Hal ini seperti yang digambarkan di dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
قال النعمان بن قوقلٍ يا رسول الله أرأيت إن صليت المكتوبة وحرمت الحرام وأحللت الحلال ولم أزد على ذلك شيئاً أأدخل الجنة فقال النبي {صلى الله عليه وسلم} نعم.
Al Nu’man bin Qauqil berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu jika aku melaksanakan shalat yang wajib, mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, dan aku tidak menambahinya dengan sesuatu yang lain, apakah aku masuk syurga? Rasulullah saw. menjawab, “Ya.”
3. Sabiqun Bi Al Khairat Bi Idznillah
Kelompok Yang ketiga adalah kelompok yang paling baik di antara mereka, mereka adalah kelompok yang bersegera dalam kebaikan dengan ijin Allah SWT.
Dr. Wahbah Zuhaili menjelaskan tentang kelompok yang ketiga:
السابق بالخيرات بإذن اللّه: وهو الذي يفعل الواجبات والمستحبات، ويترك المحرمات والمكروهات وبعض المباحات.
Al Sabiq Bi Al Khairat adalah orang yang melaksanakan hal-hal yang wajib dan yang sunah, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan yang makruh, serta meninggalkan sebagian hal-hal yang mubah.
Sehingga yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita memanfaatkan warisan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita yaitu Al Quran dengan sebaik-baiknya sehingga kita menjadi kelompok Al Sabiq Bi Al Khairat. Yaitu dengan menjadikan Al Quran sebagai sumber hukum dan inspirasi kita dalam berdakwah dan mengajak orang lain menuju kebaikan. Waallahu a’lam bisshawab.


kaki gunung kerinci 14 sept 2014

No comments:

Post a Comment