Saudaraku
Sadarkah kita, bahwa Allah SWT.
telah memberikan warisan kepada kita dengan sebuah warisan yang agung. Akan
tetapi, sedikit sekali dari kita yang menyadari akan hal itu, atau tidak dapat
memanfaatkan warisan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita.
Apakah warisan Allah tersebut?
marilah kita buka kembali firaman Allah ta’ala:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنا
مِنْ عِبادِنا فَمِنْهُمْ ظالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ
سابِقٌ بِالْخَيْراتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ (al fatir:32)
“Kemudian kitab itu kami
wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di
antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada pula yang pertengahan, dan
ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian
itu adalah karunia yang besar.”
ayat ini menjelaskan kepada kita
bahwa Allah SWT. telah memberikan warisan kepada orang-orang yang telah dipilih
oleh-Nya berupa Al Kitab, dan dijelaskan oleh para ulama bahwa yang dimaksud
dengan Al Kitab adalah Al Quran.
Kalau begitu sesungguhnya Allah
SWT. telah memberikan warisan yang sama kepada kita, tetapi sikap kita terhadap
warisan tersebutlah yang nanti akan menjadi pembeda.
Ibarat satu keluarga yang
masing-masing mendapat warisan yang sama, maka kenyataannya adalah hasil dari
masing-masing anggota keluarga nantinya berbeda.
Ada diantara mereka yang dapat
mengelola harta warisan tersebut dengan baik, bahkan berhasil mengembangkannya
sehingga jumlahnya terus bertambah. Sebagian yang lain ada yang hanya menjaga
harta warisan tersebut tanpa berusaha untuk mengembangkannya, sehingga harta
warisan tersebut tetap adanya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sementara
sebagian yang lain tidak dapat mengelola harta warisan tersebut, sehingga harta
tersebut habis sedikit demi sedikit. Kalau begitu, yang membedakan itu semua
adalah bukan jumlah awalnya, tetapi kepribadian masing-masing indifidulah yang
akan menjadikan hal yang sama pada awalnya menjadi berbeda pada akhirnya.
Demikian juga ketika kita diberi
warisan oleh Allah SWT. berupa warisan yang sangat agung, yaitu Al Quran. Maka
sikap dan tindakan masing-masing indifidu terhadap warisan tersebut berbeda
sehingga hasilnya juga berbeda. Oleh karena itu, kemudian Allah SWT. menjelaskan
bahwa di antara mereka ada yang dzalimun linafsih (dzalim terhadap dirinya
sendiri), Muqtasid, dan Sabiqun bi Al Khairat (bersegera dalam kebaikan).
1. dzalimun linafsih
Di dalam tafsirnya Dr. Wahbah
Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dzalimun linafsihi adalah
الظالم لنفسه: بتجاوز الحد، وهو المفرط
في فعل بعض الواجبات، المرتكب لبعض المحرمات.
Al Dzalimu Linafsihi adalah
mereka yang melampaui batas, menyepelekan dari melakukan sebagian kewajiban,
dan mereka yang melakukan sesuatu yang
dilarang.
Barang kali timbul satu
pertanyaan di dalam diri kita, bagaimana orang yang dzalim terhadap dirinya
dimasukkan oleh Allah termasuk di dalam hamba-hambanya yang terpilih yang
diberi warisan?
Al Fakhru Al Razi di dalam
tafsirnya menyebutkan:
فنقول المؤمن عند المعصية يضع نفسه في
غير موضعها فهو ظالم لنفسه حال المعصية وإليه الإشارة بقوله صلى الله عليه وسلّم :
"لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن"
Orang mukmin ketika bermaksiat,
maka dia telah menempatkan dirinya bukan pada tempat yang seharusnya, oleh karena
itu, dia termasuk kedalam orang yang mendzalimi dirinya sendiri pada saat dia
bermaksiat. Hal ini seperti sabda Nabi saw., “seorang pezina tidaklah berzina,
apabila saat itu dia dalam keadaan mukmin.”
Sementara Al Syaukani di dalam
tafsirnya Fath Al Qadir menjelaskan:
وهو يصدق على الظلم للنفس بمجرد
إحرامها للحظ وتفويت ما هو خير هلا فتارك الاستكثار من الطاعات قد ظلم نفسه
باعتبار ما فوتها من الثواب وإن كان قائما بما أوجب الله عليه تاركا لما نهاه الله
عنه فهو من هذه الحيثية ممن اصطفاه الله ومن أهل الجنة فلا إشكال في الآية ومن هذا
قول آدم { ربنا ظلمنا أنفسنا } وقول يونس { إني كنت من الظالمين }.
Seseorang dikatakan dzalim
terhadap dirinya sendiri, hanya dengan mengharamkan dirinya atau melewatkan
kesempatan dari mendapatkan bagian yang lebih baik. Maka orang-orang yang tidak
memperbanyak ketaatan maka dia telah mendzalimi dirinya sendiri karena dia
telah melewatkan kesempatan untuk mendapat pahala (yang lebih banyak) meskipun
dia adalah orang yang melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya
dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. Maka jika dilihat dari sisi
ini, dia tetap termasuk hamba-hamba Allah yang dipilih dan juga termasuk ahli
syurga, sehingga tidak ada masalah didalam memahami ayat tersebut. hal ini
seperti ucapan nabi Adam as., “Wahai Rabb kami, kami telah mendzalimi diri kami
sendiri.” Atau ucapan nabi Yunus as., “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang dzalim.”
2. Muqtasid
Siapakah Muqtasid
tersebut? Dr. Wahbah Zuhaili di dalam tafsir Al Munir mengatakan:
المقتصد: المتوسط المؤدي للواجبات،
التارك للمحرمات، لكنه قد يترك بعض المستحبات، ويفعل بعض المكروهات.
Al Muqtashid adalah orang
yang melaksanakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan hal-hal yang diharamkan,
akan tetapi dia terkadang meninggalkan sebagian hal-hal yang disunahkan, dan
melakukan hal-hal yang dimakruhkan.
Sementara Al Syaukani
menjelaskan:
المقتصد هو من يتوسط في أمر الدين ولا
يميل إلى جانب الإفراط ولا إلى جانب التفريط.
Al Muqtasid adalah orang
yang pertengahan di dalam perkara agama, dia tidak berlebih-lebihan tetapi juga
tidak menyepelekan.
Hal ini seperti yang
digambarkan di dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
قال النعمان بن قوقلٍ يا رسول الله
أرأيت إن صليت المكتوبة وحرمت الحرام وأحللت الحلال ولم أزد على ذلك شيئاً أأدخل
الجنة فقال النبي {صلى الله عليه وسلم} نعم.
Al Nu’man bin Qauqil
berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu jika aku melaksanakan shalat
yang wajib, mengharamkan yang haram dan menghalalkan yang halal, dan aku tidak
menambahinya dengan sesuatu yang lain, apakah aku masuk syurga? Rasulullah saw.
menjawab, “Ya.”
3. Sabiqun Bi Al Khairat
Bi Idznillah
Kelompok Yang ketiga
adalah kelompok yang paling baik di antara mereka, mereka adalah kelompok yang
bersegera dalam kebaikan dengan ijin Allah SWT.
Dr. Wahbah Zuhaili
menjelaskan tentang kelompok yang ketiga:
السابق بالخيرات بإذن اللّه: وهو الذي
يفعل الواجبات والمستحبات، ويترك المحرمات والمكروهات وبعض المباحات.
Al Sabiq Bi Al Khairat
adalah orang yang melaksanakan hal-hal yang wajib dan yang sunah, dan
meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan yang makruh, serta meninggalkan
sebagian hal-hal yang mubah.
Sehingga yang harus kita
lakukan adalah bagaimana kita memanfaatkan warisan yang telah diberikan oleh
Allah kepada kita yaitu Al Quran dengan sebaik-baiknya sehingga kita menjadi
kelompok Al Sabiq Bi Al Khairat. Yaitu dengan menjadikan Al Quran sebagai
sumber hukum dan inspirasi kita dalam berdakwah dan mengajak orang lain menuju
kebaikan. Waallahu a’lam bisshawab.
No comments:
Post a Comment