Aiman (Sumpah)
Pengertian aiman (sumpah) :
Al Aiman adalah
merupakan bentuk jamak dari kata Al Yamin, secara bahasa Al Yamin
berarti Al Quwah (kuat).
Diantaranya adalah makna firman Allah ta’ala, “Pasti kami pegang
dia pada tangan kanannya” (surat Al Haqah :45) yakni dengan kuat.
Al Yamin juga dapat berarti tangan kanan, hal itu karena kekuatan yang ada
pada tangan kanan. Al Yamin juga dapat berarti Al Half (bersumpah
dengan sesuatu yang diagungkan).
Al Half (sumpah) disebut Yamin , karena orang-orang Arab terdahulu apabila
mereka saling bersumpah, maka mereka akan memegang sumpah yang diucapkan oleh
saudaranya.
Adapun makna Al Yamin secara istilah adalah: menguatkan
suatu ucapan yang belum pasti dengan menyebutkan salah satu dari nama-nama
Allah atau sifat-sifat-Nya, dengan bentuk ucapan tertentu.
Tidak termasuk sumpah yang dimaksud
adalah Al Yamin Al Laghwu, yaitu sumpah yang diucapkan oleh lisan
tanpa ada maksud, dan juga bukan untuk menguatkan ucapan tertentu. Seperti
orang yang mengatakan “Tidak demi Allah,” atau “Ya demi Allah.” Semua ini tidaklah
termasuk sumpah yang sah secara syar’i.
Allah ta’ala berfirman, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja,” (Al Maidah: 89).
Aisyah ra. Berkata bahwa ayat ini turun berkaitan dengan ucapan
seseorang yang mengatakan, “Tidak, demi Allah,” atau “Ya, Demi Allah.”
Imam Al Bukhari juga meriwayatkannya didalam Al Aiman wa Al Nudzur :
6286. Abu Dawud juga meriwayatkannya didalam Al Aiman wa Al Nudzur bab Laghwu
Al Yamin: 3254, ia berkata, “ Aisyah ra. Berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw.
berkata, “Itu adalah ucapan seseorang dirumahnya, “Tidak, demi Allah,” dan
ucapannya, “Ya, demi Allah.” Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Hibban didalam
kitab Mawarid Al Dzam’an ila zawaid Ibnu Hibban :1187.
Juga tidak termasuk sumpah yang dimaksud, adalah sumpah yang
diucapkan untuk menguatkan sesuatu yang sudah tetap dan pasti, seperti ucapan
seseorang “Demi Allah, saya pasti mati,” atau ucapan “Demi Allah, sesungguhnya
matahari telah terbit” dan memang begitulah kenyataannya.
Ini semua bukanlah sumpah
secara syar’i (yang dimaksud), karena sumpah yang diucapkan sudah pasti terjadi
dengan sendirinya, dan juga bagi orang yang mengucapkan sumpah seperti itu
tidak mungkin baginya untuk melanggar sumpahnya tersebut.
Al Yamin (sumpah) dapat berlaku bagi sesuatu yang telah terjadi pada waktu
lampau, seperti ucapan seseorang “Demi Allah, saya tidak melakukan hal ini,”
atau ucapan “ Demi Allah, sungguh saya telah melakukannya.” Hal ini,
berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla, “ Mereka (orang munafik) bersumpah
dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti
Muhammad).” (Al Taubah :74). Sebagaimana sumpah juga dapat berlaku untuk
sesuatu yang akan terjadi di waktu yang akan datang, seperti ucapan “ Demi
Allah, sungguh aku akan melakukannya.”
Hal ini seperti sabda Nabi saw. “ Demi Allah, sungguh aku akan
memerangi suku Quraisy.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Al Aiman wa Al Nudzur bab Al Istitsna’ fi
Al Yamin Ba’da Al Sukut:3285.
Hukum bersumpah
Mengucapkan sumpah didalam setiap keadaan hukumnya makruh,
berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla, “ Dan janganlah kamu jadikan (nama)
Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang” Yakni, janganlah kamu memperbanyak
bersumpah dengan (nama) Allah. Sebab dari larangan itu adalah karena barangkali
orang yang bersumpah tidak dapat memenuhi sumpahnya.
Harmalah rahimahullah berkata, “ Aku mendengar imam Al Syafi’I
berkata, “Aku tidak bersumpah dengan nama Allah baik dalam keadaan jujur
ataupun dusta.”
Sumpah memiliki hukum yang berbeda sesuai dengan motivasi dan hasil
yang ingin dicapai oleh orang yang
mengucapkannya. berdasarkan hal ini,
maka hukum bersumpah dapat diperinci sebagai berikut:
1- haram,yaitu apabila bersumpah untuk melakukan perbuatan yang
haram, meninggalkan kewajiban atau
bersumpah untuk suatu kedustaan yang tidak berdasar.
2- wajib, yaitu apabila bersumpah merupakan satu-satunya jalan
untuk membantu orang yang teraniaya atau untuk menjelaskan suatu kebenaran.
Seperti seorang tertuduh yang diminta untuk bersumpah. ia tahu bahwa jika ia
menolak untuk bersumpah, maka orang yang menuduh kemudian akan bersumpah dengan
sumpah dusta, dan mendzalimi orang yang tidak bersalah.
3- mubah, yaitu apabila bersumpah untuk melakukan suatu ketaatan,
atau menjauhi suatu kemaksiatan, atau menunjukkan suatu kebenaran atau untuk
memperingatkan akan kebatilan.
Hal ini seperti sabda Rasulullah saw. “ Demi Allah, Allah tidak
akan pernah merasa bosan sehingga kamu merasa bosan.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di
dalam Al Aiman bab Ahabbu Al Din ilallahi adwamuhu :43.
Makna hadits ini adalah
Allah tidak akan pernah berhenti untuk memberikan pahala dari amal yang kamu
kerjakan kecuali kamu sendiri yang berhenti dari melakukan amal tersebut
disebabkan sifat berlebih-lebihan dan kebosananmu.
4- mandub (sunah), yaitu apabila bersumpah merupakan sarana untuk
mempengaruhi orang , atau sebab sehingga seseorang mau menerima suatu nasihat.
Larangan menjadikan sumpah sebagai suatu kebiasaan didalam ucapan
dan muamalah
Diantara hal yang tidak pantas untuk dilakukan terhadap Allah Azza
wa Jalla adalah apabila seseorang menjadikan nama Allah sebagai pemanis ucapan
atau alat untuk memuaskan dan mempengaruhi orang lain, tanpa memperdulikan
firman Allah ta’ala, dimana Allah telah memperingatkan dari kebiasaan buruk
tersebut. Allah berfirman, “ Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam
sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan
kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Al
Baqarah: 224).
Hal itu karena di antara perilaku orang mukmin adalah senantiasa
mengagungkan Allah azza wa jalla dengan sepenuh hati karena rasa takut dan memuja kepada-Nya. Pengagungan
dan rasa takut (kepada Allah) bertolak belakang dengan penghinaan terhadap nama
–Nya .
Dan di antara dampak buruk dari kebiasaan bersumpah adalah
terkadang seseorang akan membolehkan untuk berdusta dengan sengaja, saat ia
bersumpah dengan nama Allah azza wa jalla. Hal tersebut adalah merupakan sumpah
dusta yang menyebabkan pelakunya dimasukkan kedalam neraka jika ia tidak
bertaubat darinya.
Bersumpah juga dapat menjadi sebab dihapusnya keberkahan dan
kebaikan di dalam usaha dan harta seseorang.
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam Al Buyu’ bab Al Riba :1981,
dan juga imam Muslim di dalam Al Musaqat bab Al Nahyu ‘an Al Half fi Al Bai’
:1606 dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “ Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, “Sumpah itu melariskan dagangan, namun menghilangkan barakah.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam Al Aiman Wa Al Nudzur bab Al
Yamin Al Ghamus :6298, dari Abdullah bin Amr ra., Rasulullah saw. bersabda, “Di
antara dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua,
membunuh, dan sumpah palsu.” Yakni, sumpah yang menyebabkan pelakunya dimasukkan
kedalam neraka, karena sengaja berdusta di dalam sumpahnya.
Syarat-syarat bersumpah:
Agar sumpah menjadi sah, maka harus memenuhi hal-hal berikut:
1- orang yang bersumpah sudah baligh dan berakal
Hal itu karena tidak ada dosa dan balasan bagi orang yang belum
baligh atau orang yang tidak berakal, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud di dalam Al Hudud, bab fi Al Majnun yasriq au yusibu haddan : 4403,
dari Ali ra. Dari Nabi saw. ia bersabda, “Pena pencatat amal dan dosa itu
diangkat dari tiga golongan, orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia
bermimpi (baligh), dan orang gila hingga ia berakal.”
2- sumpah yang diucapkan bukan sumpah yang tidak disengaja
Hal itu seperti ucapan “Ya, Demi Allah” atau “Tidak, demi Allah”
dan yang semisalnya seperti yang diucapkan oleh kebanyakan orang tanpa ada
unsur kesengajaan, dan telah menjadi kebiasaan yang tersebar di tengah
masyarakat.
Dalil dari Al Quran dan Al Sunnah tentang hal ini telah dijelaskan
ketika membahas tentang pengertian Al Yamin secara istilah.
3- bersumpah dengan menggunakan salah satu hal berikut:
a. Dzat Allah azza wa jalla
seperti ucapan seseorang “Aku bersumpah dengan dzat Allah ta’ala,”
atau “Aku bersumpah dengan Allah azza wa jalla.”
b. Salah satu dari nama-nama Allah ta’ala yang khusus bagi-Nya
hal ini seperti perkataan “Aku bersumpah dengan Rab Al ‘Alamin (Tuhan
seluruh alam),” atau “Aku bersumpah dengan Malik Yaumi Al Din (Pemilik hari
pembalasan),” atau “ Aku bersumpah dengan Al Rahman (yang Maha Pengasih).”
c. salah satu sifat dari sifat-sifat Allah ta’ala.
Hal itu seperti ucapan “Aku bersumpah dengan ‘Izzah (kemuliaan)
Allah,” atau “Aku bersumpah dengan Ilmu Allah,” atau “Aku bersumpah dengan Iradah
(kehendak) Allah,” atau “Aku bersumpah dengan takdir Allah.”
Dasar dari semua hal tersebut di atas adalah apa yang disebutkan
didalam hadits sahih yang disabdakan oleh Rasulullah saw.
Imam Al Bukhari meriwayatkan didalam Al Aiman wa Al Nudzur bab la
tahlifu biabaikum : 6270, dan imam Muslim didalam Al Aiman bab Al Nahyu ‘An Al
Half bi ghairillah : 1646, dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah saw.
mendapati Umar bin Al Khattab berada di atas kendaraannya sambil bersumpah
dengan (nama) bapaknya, lalu Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya
Allah telah melarang kalian bersumpah dengan (nama) bapak-bapak kalian,
barangsiapa ingin bersumpah, maka hendaklah ia bersumpah dengan (nama) Allah
atau diam.”
Imam Al Bukhari juga meriwayatkan di dalam Al Aiman wa Al Nudzur
bab Kaifa Kana Yaminu Al Nabi : 6253, dari Ibnu Umar ra. ia berkata, “sumpah
yang diucapkan oleh Nabi saw. adalah ucapan “ Demi dzat yang membolak-balikkan
hati.”
Dan disebutkan di dalam hadits yang lain bahwa Rasulullah saw.
berkata di dalam sumpahnya “ Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,” atau
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,” hal ini diriwayatkan oleh
imam Al Bukhari di dalam kitab Al Aiman wa Al Nudzur, bab Kaifa Kanat Yaminu Al
Nabi saw. :6254, 6255.
Kalau seandainya seseorang bersumpah dengan selain yang telah disebutkan,
maka sumpahnya tersebut tidak sah, karena dua hal:
Yang pertama, adalah karena hadits Rasulullah saw. yang terdahulu,
yaitu Beliau bersabda, “ Barangsiapa ingin bersumpah, maka hendaklah ia
bersumpah dengan nama Allah atau diam.”
Yang kedua, selain hal-hal yang telah disebutkan, dia tidak
memiliki keagungan yang sempurna, dan seorang mukmin dilarang untuk
mengagungkan selain Allah azza wa jalla.
No comments:
Post a Comment