Sebagian dari permasalahan
wakaf:
1- kalau seseorang yang berwakaf
berkata, “Aku mewakafkan rumah ini kepada anak-anakku, dan anak dari
anak-anakku,” maka semuanya berhak untuk menerima wakaf, dan hasil dari harta
wakaf tersebut dibagi rata kepada mereka, tidak ada perbedaan antara antara
anak laki-laki dan anak perempuan, dan antara anak sendiri atau anak dari
anaknya (cucu), karena kata “dan” (wawu) didalam bahasa arab bermakna Mutlak Al
Jam’i (hanya untuk menggabungkan), bukan untuk tartib (urutan), itulah yang
benar menurut ahli ushul.
2- kalau seseorang berkata, “Aku
mewakafkan rumah ini untuk anak-anakku,” maka anak dari anak-anaknya (cucu),
tidak termasuk orang yang diberi wakaf, karena mereka (cucu) tidak termasuk
anak, hal ini jika orang yang berwakaf tersebut memiliki anak dan cucu. Akan
tetapi jika dia tidak memiliki anak kecuali hanya ada cucu, maka mereka (cucu)
masuk di dalam lafal ini, dan berhak menerima wakaf, karena adanya Qarinah (hal
yang membolehkan untuk memaknai suatu makna tidak dengan maknanya yang asli),
dan menjaga ucapan orang yang berwakaf dari kesia-siaan.
3- kalau seseorang berkata,
“Kebun ini diwakafkan kepada keturunanku, anak cucuku, atau generasiku,” maka
lafal wakaf ini mencakup anak laki-laki dari anak perempuannya, anak laki-laki
dari anak laki-lakinya, keluarga dekat maupun keluarga jauh, dan keluarga
laki-laki ataupun wanita, karena lafal wakaf tersebut mencakup mereka semua.
4- seandainya seseorang berkata,
“Aku mewakafkan hartaku untuk keluarga dekatku yang miskin,” maka lafal ini
mencakup semua orang fakir yang masih memiliki hubungan nasab dengannya, baik
itu keluarga dekat atupun keluarga jauh, laki-laki atau perempuan, termasuk
kedalam ahli warisnya ataupun tidak, dan mereka yang menjadi Mahramnya ataupun
bukan.
5- sifat yang disebutkan pada
kalimat yang digabungkan dengan kalimat yang lain, maka sifat tersebut dianggap
sebagai sifat semua kalimat itu. Seperti sesorang yang berkata, “Aku mewakafkan
tanah ini kepada orang yang kekurangan dari anak-anakku, cucu-cucuku, dan
saudara-saudaraku,” maka kata sifat “orang yang kekukarangan” adalah merupakan
syarat bagi mereka semua (artinya orang yang tidak berkekurangan tidak berhak
menerima wakaf tersebut, meskipun dia adalah anak kandung dari orang yang
berwakaf). Demikian juga kata sifat yang disebutkan dibagian akhir, seperti
seseorang yang berkata, “Aku mewakafkan rumah ini kepada anak-anakku,
cucu-cucuku, dan saudara-saudaraku yang fakir.”
6- wakaf yang diberikan kepada
keluarga dekat, anak, cucu, keturunan, dan generasinya, dikenal dengan sebutan Al
Waqfu Al Dzurri atau Al Waqfu Al Ahli.
Adapun wakaf yang diberikan
kepada kebaikan atau kelompok tertentu seperti masjid, sekolah, para ulama dan
orang-orang fakir, disebut dengan Al Waqfu Al Khairi.
Wakaf adalah merupakan
kebanggaan kaum muslimin dan perbuatan mereka yang terpuji
Wakaf adalah merupakan salah satu
bentuk pendekatan (kepada Allah), juga termasuk salah satu ibadah. Wakaf adalah
merupakan bukti kejujuran dari keimanan orang yang berwakaf, kecintaanya kepada
kebaikan, dan perhatiannya terhadap kebaikan umat islam, serta bukti
kecintaannya kepada umat islam dan generasi islam setelahnya, sehingga mereka
mewakafkan harta mereka yang tidak terhitung, dan harta wakaf mereka meliputi
semua sisi kebaikan dan kehidupan, seperti sekolah, masjid, rumah sakit, tanah,
bangunan, sumur, kantor, dan senjata. Dimana harta wakaf tersebut diberikan
kepada keturunannya,orang fakir, para mujahidin, para ulama, dan lain
sebagainya.
Mereka tidak meninggalkan satu
sisi kehidupan kecuali mereka berwakaf didalamnya, mereka juga tidak meninggalkan
satu kebutuhan dari kebutuhan masyarakat kecuali mereka juga akan mewakafkan
hartanya untuk hal tersebut.
Dan sejarah di dalam dunia islam
telah bercerita kepada kita tentang wakaf-wakaf mereka, dan harta mereka yang telah
diwakafkan di jalan Allah SWT. semuanya ikut andil di dalam hal tersebut, baik
pemimpin, orang yang dipimpin, panglima, tentara, pedagang, pekerja, laki-laki,
maupun wanita, sehingga wakaf berkembang di setiap negara islam, hingga hasilnya
berjumlah ratusan juta. dan juga dibentuk (didalam setiap Negara) kementrian
yang bertugas mengelola harta wakaf ini. Berapa banyak keluarga yang terbantu
dengan buah dan hasil dari harta wakaf ini, dan berapa banyak kebaikan yang
diberikan oleh harta wakaf tersebut.
Mudah-mudahan Allah membalasnya
dengan sesuatu yang lebih baik, dan mengganjar mereka dengan pahala yang
berlimpah.
Akan tetapi yang sangat
menyedihkan pada saat sekarang ini, sedikit dari umat islam yang mau berwakaf,
mereka dikuasai oleh sifat bakhil untuk mewakafkan harta mereka sebagai amal
jariyah, dan hal yang bermanfaat.
Ini adalah fenomena yang
menyedihkan, dan sebagai bukti akan sedikitnya keinginan untuk mendapatkan
balasan dan pahala yang lebih baik dari Allah, juga bukti akan lemahnya iman
kepada akhirat beserta kenikmatan di dalamnya, cinta yang berlebihan kepada
dunia, manusia disibukkan dengan sesuatu yang fana, dan lebih mengutamakannya
dibanding dengan hari akhirat dan segala kenikmatannya. Sungguh benar firman
Allah ta’ala, “Sedangkan kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan
dunia,” (Al A’la: 16), seolah-olah kita lupa akan firman-Nya, “Padahal
kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal,” (Al A’la: 17). Tiada
daya dan upaya kecuali Allah SWT.
No comments:
Post a Comment