Wednesday, January 7, 2015

pakaian dan perhasan part 8

laki-laki yang menyerupai wanita atau sebaliknya:
Seorang laki-laki dapat dianggap menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan, seperti memakai gelang, anting-anting, dan kalung.
Demikian juga seorang laki-laki dianggap menyerupai wanita dalam cara bicara dan berjalan, seperti berlenggak-lenggok, melembut-lembutkan suara, mendayu-dayu dalam berbicara, dan lain sebagainya yang merupakan ciri khas seorang wanita.
Seorang wanita juga dapat menyerupai laki-laki dalam hal pakaian dan sifat- sifat tertentu, seperti berperilaku kelaki-lakian, mencukur rambut, dan yang semisalnya yang merupakan ciri khas dari seorang laki-laki.
Hukum tasyabbuh (laki-laki yang menyerupai wanita, atau sebaliknya)
Tasyabbuh (laki-laki yang menyerupai wanita, atau sebaliknya) hukumnya haram, bahkan hal ini termasuk dosa besar, karena Allah melaknat pelakunya.
Tasyabbuh juga merupakan kemungkaran yang tersebar ditengah-tengah kaum muslimin, tasyabbuh pada hakikatnya adalah perilaku menyimpang dan suatu kemunduran, lebih-lebih pada hari dimana umat islam diuji, dan musuh yang selalu mengintai dan menunggu.
Dalil diharamkannya Tasyabbuh:
Dalil yang menunjukkan haramnya laki-laki yang berperilaku seperti wanita atau sebaliknya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Al Mutasyabbihin Bi Al Nisa Wa Al Mutasyabbihat Bi Al Rijal: 5546, dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat orang laki-laki yang berperilaku seperti wanita, dan wanita berperilaku seperti laki-laki.”
Imam Al Bukhari juga meriwayatkan di dalam Al Libas, bab Ikhraj Al Mutasyabbihin Bi Al Nisa Min Al Maut: 5547, dari ibnu Abbas ra. Ia berkata, “Nabi saw. melaknat orang laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita, dan orang wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki.” Beliau juga bersabda, “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.”
 Seorang laki-laki yang berperilaku seperti wanita, tetapi tanpa dibuat-buat, sebab dia memang diciptakan dalam keadaan yang demikian, maka dia tidak termasuk yang dilaknat. Akan tetapi dia harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan perilaku tersebut dari dirinya. Dan jika ia melakukannya dengan sengaja dan dibuat-buat, maka diharamkan dan pelakunya dilaknat.

Tuesday, January 6, 2015

pakaian dan perhiasan part 7

Haram membuat tato, mencabut bulu alis, dan mengkikir gigi.
Ketiga hal ini hukumnya haram baik untuk laki-laki atau wanita, dan tidak ada beda antara pelaku dan orang yang memintanya. Hal itu dikarenakan Allah melaknat orang yang melakukan itu semua. Dan Allah tidak melaknat kecuali terhadap sesuatu yang diharamkan, bahkan hal tersebut termasuk dosa besar.
Para fuqaha berkata, “Bagian yang ditato menjadi najis, karena darah yang tertahan di dalamnya. Dan jika dimungkinkan untuk menghilangkannya, maka wajib dilakukan. Namun jika tidak mungkin dilakukan kecuali dengan melukainya, maka jika dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan bahaya, atau cacat yang parah pada bagian anggota tubuh yang tampak, seperti wajah, dua telapak tangan, dan yang lainnya, maka tidak wajib menghilangkannya dan cukup baginya untuk bertobat agar dosanya diampuni, akan tetapi jika dia tidak merasa khawatir akan menimbulkan bahaya atau kecacatan yang parah jika dia menghilangkan tatonya, maka wajib untuk melakukannya, dan tidak boleh ditunda-tunda.
Dalil diharamkannya mentato, mencabut bulu alis, dan mengkikir gigi:
Dalil yang mengharamkan itu semua adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Al Mutafallijat Li Al Husni: 5587, dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrim Fi’li Al Washilah Wa Al Mustaushilah: 2122, dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata, “Allah melaknat orang yang mentato dan orang yang meminta untuk ditato, orang yang mencukur alisnya, dan orang yang mengkikir giginya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah,” Abdullah lalu berkata, “Kenapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw.padahal di dalam kitabullah disebutkan, “Apa yang disampaikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang untukmu maka tinggalkanlah.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam Al Libas, bab Al Washlu Fi Al Sya’r: 5593, dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Fi’li Al Washilah Wa Al Mustaushilah: 2124, dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan orang yang meminta disambung rambutnya, serta orang yang mentato atau orang yang meminta untuk ditato.”
Pengecualian-pengecualian:
Dibolehkan bahkan dianjurkan bagi kaum wanita untuk mencabut bulu yang tumbuh di wajahnya yaitu berupa jenggot atau kumis. Karena yang dilarang adalah mencabut bulu alis.
Demikian juga dibolehkan mengikir gigi untuk pengobatan, atau karena cacat pada gigi. Karena yang diharamkan adalah apabila ia melakukan hal tersebut hanya untuk sekedar mempercantik, dan merubah ciptaan Allah azza wa jalla.
Hikmah diharamkannya mentato, mencukur alis, dan mengkikir gigi:
Hikmah dari diharamkannya mentato, mencukur alis, dan mengkikir gigi adalah sebagaimana yang disebutkan secara jelas pada hadits diatas, yaitu hal tersebut termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah SWT., memalsukan, menipu, dan menampakkan hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Monday, January 5, 2015

pakaian dan perhiasan part 6

Haram menyambung rambut
Menyambung rambut  dengan menggunakan rambut lain hukumnya haram baik laki-laki atau perempuan, yang belum menikah atau yang sudah, baik untuk mempercantik diri atau yang lainnya. Menyambung rambut adalah merupakan dosa besar, karena Allah melaknat pelaku dan orang yang membantu melakukannya.
Oleh karena itu para fuqaha berkata, “Jika seorang wanita menyambung rambutnya dengan rambut lain, baik itu rambut laki-laki atau wanita, rambut mahramnya atau pasangannya, maka hukumnya haram. karena keumuman dalil yang melarangnya, dan juga karena haram mengambil manfaat dari rambut manusia dan seluruh bagian anggota tubuhnya disebabkan kemuliannya, bahkan dianjurkan agar rambut, kuku, dan seluruh anggota tubuh lain yang terpisah dari tubuhnya ketika masih hidup untuk dikuburkan.
Kalau seseorang wanita menyambung rambutnya dengan menggunakan selain rambut manusia, maka jika rambut yang digunakan tersebut adalah rambut yang najis, seperti rambut yang diambil dari bangkai, atau rambut hewan yang dagingnya tidak di makan, maka hukumnya juga haram karena keumuman dalil yang melarang hal tersebut, dan juga dengan memakai hal tersebut, maka mereka membawa sesuatu yang najis ketika salat dan yang lainnya.
Adapun seorang wanita yang menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut hewan yang suci, maka jika wanita tersebut belum bersuami, hukumnya haram. Dan jika dia telah bersuami, lalu ia melakukannya dengan ijin dari suaminya, maka hukumnya boleh. Dan jika ia melakukan hal tersebut tanpa ijin suaminya, maka hukumnya haram.
Adapun memakai pemerah wajah, dan menghias kuku, jika suami mengijinkannya, maka hal itu boleh, dan jika suami tidak mengijinkannya, maka tidak boleh.
Adapun menyambung rambut dengan benang dari sutera dan yang semisalnya, yang tidak menyerupai rambut, maka hukumnya boleh dan tidak dilarang, karena hal tersebut tidak termasuk menyambung rambut yang dilarang, akan tetapi hal itu hanyalah sekedar berhias.
Dalil diharamkannya menyambung rambut:
Dalil yang menunjukkan akan haramnya menyambung rambut adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Al Washlu Fi Al Sya’r: 5591, dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Fi’li Al Washilah Wa Al Mushtaushilah: 2122, dari Asma bintu Abu Bakar Al Shiddiq ra. Ia berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Anak wanitaku akan menjadi mempelai, ia terkena penyakit campak hingga rambutnya rontok, bolehkah aku menyambung rambutnya?” Rasulullah saw. menjawab, “Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan orang yang meminta supaya rambutnya disambung.”
Hikmah diharamkannya menyambung rambut:
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam Al Libas, bab Tahrim Fi’li Al Washilah Wa Al Mustaushilah: 2127, dari Sa’id bin Al Musayyib ra. Ia berkata, “Muawiyah ra. Datang ke Madinah pada akhir kedatangannya disana, beliau lalu berkhutbah dihadapan kami dan mengeluarkan seikat rambut, dia berkata, “Sesungguhnya saya tidak melihat seorangpun yang melakukan hal ini (menyambug rambut) kecuali orang Yahudi, sesungguhnya Nabi saw. menamakan hal tersebut (menyambung rambut) sebagai Al Zur (kebohongan).” Hadits ini menyebutkan secara jelas sebab diharamkannya hal tersebut, yaitu kebohongan, penipuan, merubah kenyataaan yang sebenarnya.

Sunday, January 4, 2015

pakaian dan perhiasan part 5

haram menyemir rambut dengan warna hitam
Menyemir rambut kepala dengan warna hitam hukumnya haram, baik untuk laki-laki atau wanita. Dan disunahkan untuk menyemir rambut dengan menggunakan warna selain warna hitam baik untuk laki-laki atau wanita, tetapi hendaknya dia menyemir dengan menggunakan warna kuning atau merah.
 Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Istihbab Khidlab Al Syaib Bishafrah, Wa Tahrimuhu Bi Al Sawad: 2102, dari Jabir ra. Ia berkata, “Abu Qahafah dibawa di hadapan Rasulullah saw. pada hari pembebasan (Makkah), rambut dan jenggotnya telah memutih seperti Al Tsaghamah (pohon yang memiliki bungan berwarna putih menyerupai putihnya uban), lalu Rasulullah saw. bersabda, “Rubahlah warna (ubanmu) ini, dan jauhilah warna hitam.”
Abu Qahafah adalah Ayah Abu Bakar Al Siddiq ra. Namanya adalah Utsman, dan masuk islam saat fathu Makkah.
Al Tirmidzi meriwayatkan di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Al Khidlab: 1752, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Rubahlah warna uban, dan janganlah menyerupai orang Yahudi.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam Al Libas, bab Al Khidlab: 5559, dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Fi Mukhalafat Al Yahud Fi Al Shibghi: 2103, dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw. ia bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak mencelup (rambut dan jenggot mereka yang beruban), karena itu selisihilah mereka.
Hikmah diharamkannya menyemir rambut dengan warna hitam:
Barangkali hikmah diharamkannya menyemir rambut dengan warna hitam adalah karena ketika seseorang menyemir rambutnya yang beruban dengan warna hitam, maka dia telah menipu dan merubah keadaan yang sebenarnya. karena warna hitam menjadikan orang yang sudah tua terlihat seperti masih muda menurut penglihatan manusia, sehingga mereka mengira sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Adapun (menyemir uban dengan )selain warna hitam, maka tidak menipu orang yang melihatnya.
Akan tetapi disamping itu semua, kami ingin mengatakan bahwa di dalam permasalahan seperti ini, sejatinya adalah karena berdasarkan ibadah murni, melaksanakan perintah, dan sebagai ujian.

Saturday, January 3, 2015

pakaian dan perhiasan part 4

Hukum memakai pakaian sutera yang dicampur dengan bahan lain:
Apabila pakaian dibuat dari kain sutera yang dicampur dengan bahan lainnya, maka dilihat perbandingan antara keduanya.
Jika bahan sutera pada pakaian tersebut lebih banyak dibanding bahan yang lain, maka haram bagi orang laki-laki untuk memakai dan menggunakan pakaian tersebut. dan jika bahan selain sutera yang digunakan lebih banyak, maka pakaian tersebut boleh dipakai. Karena hukum mengikuti yang lebih banyak diantara keduanya. Apabila bahan yang digunakan antara sutera dan yang lainnya itu sama, maka boleh dipakai dan digunakan, karena hukum asalnya adalah boleh.
Berdasarkan hal ini, maka dibolehkan untuk menghiasi pinggiran suatu pakaian dengan kain sutera, asal dengan ukuran yang wajar, demikian juga dibolehkan menambal, atau menyulam pakaian dengan menggunakan sutera dengan syarat lebarnya tidak melebihi empat jari, adapun jika melebihi empat jari, maka tidak halal menggunakannya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Ina’I Al Dzahab Wa Al Fidlah:2069, bahwa Asma bintu Abu Bakar ra. Mengeluarkan jubah kekaisaran dan berkerah sutera, dan kedua sisinya dijait dengan sutera, Asma lalu berkata, “Jubah ini dulu ada pada Aisyah hingga ia meninggal dunia, setelah dia meninggal dunia, maka akupun mengambilnya, dahulu Rasulullah saw. sering mengenakannya, lalu kami mencucinya untuk orang sakit agar ia lekas sembuh dengan mengenakannya.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Suwaid bin Ghafalah , bahwa Umar bin Al Khattab ra. Berkhutbah di Jabiyah, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang memakai sutera kecuali sekedar dua, tiga, atau empat jari saja.”
Menggantungkan penutup sutera di pintu dan dinding:
Haram hukumnya menggantungkan penutup sutera di pintu, dinding dan yang lainnya. Baik yang melakukannya adalah laki-laki atau perempuan, karena hal itu adalah merupakan kesombongan dan keangkuhan.
Akan tetapi para ulama mengecualikan ka’bah, mereka membolehkan untuk menutup ka’bah dengan kain sutera, karena hal itulah yang dilakukan sejak dari dulu hingga sekarang, tanpa ada seorangpun yang mengingkari. Tetapi tidak boleh mengkiaskan hal lain (seperti masjid dan rumah) kepada ka’bah.

Friday, January 2, 2015

pakaian dan perhiasan part 3

 Haram bagi laki-laki memakai pakaian sutera
Sutera haram untuk dipakai dan digunakan oleh laki-laki dalam hal apapun, seperti  duduk beralas kain sutera, juga menutupi dan berselimut dengannya. Akan tetapi dihalalkan bagi wanita dan anak kecil untuk memakainya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam Al Libas, bab: Fi Al Harir Li Al Nisa: 4057, dan Ibnu Majah di dalam Al Libas, bab: Lubsu Al Harir Wa Al Dzahab LI Al Nisa: 3595, dari Ali ra. Ia berkata, “Nabi saw. mengambil kain sutera dan meletakkan di tangan kanannya, lalu beliau mengambil emas, dan meletakkan di tangan kirinya, kemudian beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya kedua hal ini (sutera dan emas) haram untuk laki-laki dari umatku.”
Al Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad hasan sahih diawal kitab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Al Harir Wa Al Dzahab: 1720, dari Abu Musa Al As’ari ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pakaian sutera dan emas diharamkan untuk orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan untuk kaum wanita.”
Hikmah diharamkannya sutera untuk laki-laki:
Barangkali hikmah dari hal ini selain karena ibadah murni adalah karena memakai kain sutera mengakibatkan seseorang menjadi angkuh dan sombong, dan juga dengan memakai pakaian sutera, seseorang menjadi seperti wanita atau banci dan jauh dari sifat jantan. karena laki-laki tidak diciptakan untuk berhias dan menyombongkan diri dengan pakaian glamour, atau menampakkan sifat lunak dan lemah yang dapat menyebabkan seseorang menyerupai wanita, atau pasif dari setiap permasalahan besar yang ada di hadapannya.
Seorang laki-laki diciptakan untuk mengahadapi sulit dan kerasnya kehidupan, melaksanakan tugas-tugas yang diemban, dan sabar menghadapi bencana. Dan untuk menghadapi itu semua, maka seseorang membutuhkan sifat keras, jauh dari sifat lemah, bermegah-megahan, dan kewanita-wanitaan.
Hal-hal yang dikecualikan:
Haram bagi laki-laki untuk menggunakan sutera kecuali dalam dua kondisi:
Pertama:
Kondisi darurat, yaitu jika ia tidak menemukan yang lain untuk menutupi auratnya, atau menjaga tubuhnya dari panas atau dingin, maka pada kondisi tersebut dibolehkan baginya untuk memakai kain sutera sehingga dia menemukan kain yang lain. karena kondisi darurat membolehkan sesuatu yang dilarang, dan kondisi darurat hanyalah sebatas kedaruratannya.
Kedua:
Kebutuhan mendesak untuk memakainya, agar terhindar dari bahaya. seperti orang yang sakit, sehingga ia memakai sutera agar cepat sembuh atau untuk meringankan rasa sakitnya.
Dalil hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Ma Yurakhas Li Al Rijal Min Al Harir Li Al Hikkah: 5501, dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Ibahah Lubsi Al Harir li Al Rajuli Idza Kana Bihi Hikkah Au Nahwiha: 2076, dari Anas bin Malik ra. Bahwa “Rasulullah saw. memberikan keringanan kepada Abdurahman bin Auf dan Zubair bin Awwam ra. Untuk mengenakan pakaian sutera dalam perjalanan karena adanya penyakit gatal-gatal atau penyakit lain yang menimpa mereka.”

Thursday, January 1, 2015

pakaian dan perhiasan part 2

Hikmah diharamkannya bejana emas dan perak:
Kami telah menjelaskan bahwa, hikmah teragung dari pembahasan ini dan yang semisalnya adalah karena ibadah murni dan sebagai ujian bagi manusia. Akan tetapi bersama hal ini para ulama menemukan hikmah-hikmah yang lain dibalik itu semua, diantaranya:
a. Allah SWT. menjadikan emas dan perak sebagai alat tukar bagi manusia untuk memudahkan jual beli mereka. Sehingga tidak dibolehkan menghilangkan atau mempersempit fungsi pokok dari emas dan perak (yaitu sebagai alat tukar) untuk dijadikan bejana dan perabot yang didiamkan didalam rumah.
b. (Membuat bejana dari emas dan perak) dapat melukai perasaan dan hati orang-orang fakir, yaitu ketika mereka melihat orang-orang kaya tersebut membuat emas dan perak sebagai perhiasan yang selalu dibangga-banggakan, sehingga mereka menjadi sombong dan angkuh.
c. Mencegah manusia dari menimbun, dan menjadikan barang tambang yang berharga tersebut sebagai tujuan yang manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkannya, berhias dengannya, dan memajangnya di rumah-rumah mereka.  mereka lupa bahwa barang tersebut hanyalah perantara yang dititipkan kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan dan maslahat mereka di dunia.
d. Menentang dan menyelisihi perilaku orang-orang kafir, karena diantara perilaku orang-orang kafir adalah mengingkari hari akhirat, dan menimbun dunia beserta segala kesenangannya.  Disebutkan di dalam sebuah hadits, “Jauhilah kemewahan dan pakaian orang musyrik,” hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Isti’mal Ina’I Al Dzahab:2069, dari Umar ra.
Pada hadits imam Muslim yang terdahulu disebutkan, “Sesungguhnya barang-barang tersebut (bejana emas dan perak) itu untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia.”
Pengecualian dari pengharaman ini:
Pertama:
Dibolehkan bagi wanita untuk menjadikan emas dan perak sebagai perhiasan untuk berhias, asal dalam batas yang wajar, tanpa berlebih-lebihan dan melampaui batas. Baik wanita tersebut telah menikah atau belum, masih kecil atau sudah dewasa, kaya ataupun miskin.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi diawal kitab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Al Harir Wa Al Dzahab: 1720, dengan sanad yang sahih, dari Abu Musa Al Asy’ari ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi orang wanita.”
Para ulama juga membolehkan untuk memakaikan perhiasan dan pakaian sutera kepada anak kecil saat hari raya dan yang lainnya, karena mereka tidak dibebani dengan hukum syariat.
Kedua:
Membuat cincin dari perak, karena Rasulullah saw. pernah memakai cincin dari perak.
Imam Muslim meriwayatkan  di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Fi Khatam Al Wariq Fashuhu Habasyi: 2094, dan Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Khatam Al Fiddlah: 1739, dari Anas ra. Ia berkata, “Cincin Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya dari Habasyah.”
Imam Al Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan dari Anas ra., “Cincin Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya juga terbuat darinya.” Mereka berdua juga meriwayatkan dari Anas ra., “Rasulullah saw. membuat cincin dari perak dan mengukirnya dengan tulisan “Muhammad Rasulullah”, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya saya telah membuat cincin dari perak, dan saya ukir dengan tulisan “Muhammad Rasulullah” maka janganlah kalian mengukir dengan tulisan seperti itu.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan, “Ukiran pada cincin Rasulullah terdiri dari tiga baris, Muhammad satu baris, Rasul satu baris, dan Allah satu baris.” Diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Qaul Al Nabi saw. La Yanqusy ‘Ala Naqsyi Khatamih, bab Hal Yuj’al Naqsyu Al Khatam Tsalatsah Astur : 5539, 5540. Dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrim Khatam Al Dzahab ‘Ala Al Rijal: 2092, dan Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Naqsyi Al Khatam: 1748.
Adapun cincin emas bagi laki-laki maka hukumnya adalah haram secara mutlak.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim: 2090, dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw. melihat cincin emas dipakai di tangan seorang laki-laki, lalu beliau mencabutnya dan membuangnya, beliau lalu bersabda, “Salah seorang menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya.” Setelah Rasulullah saw. pergi, seseorang lalu berkata kepada laki-laki tersebut, “Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah,” lelaki tersebut menjawab, “Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambil cincin iitu selamanya, karena Rasulullah saw. telah mengharamkannya.”
Ketiga:
Pada kondisi darurat, misalnya tidak ada bejana lain kecuali bejana dari emas atau perak, maka dibolehkan pada kondisi tersebut untuk menggunakannya.
Atau seperti seseorang yang terpotong hidungnya, lalu dia menggantinya dengan hidung dari emas, atau seseorang yang butuh untuk menguatkan giginya dengan emas. Pada kondisi seperti ini dan kondisi darurat yang semisalnya, dibolehkan untuk memakai emas.
Dalil hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi dengan sanad hasan gharib, di dalam Abwab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Syaddi Al Asnan Bi Al Dzahab: 1770, dari ‘Arfajah bin As’ad ra. Ia berkata, “Saat terjadi perang Al Kullab pada masa jahiliyah hidungku terpotong, lalu aku menggantinya dengan perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas.” Abu Daud juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab Al Khatam, bab Rabtu Al Asnan Bi Al Dzahab: 4232.
Menyepelekan hukum Allah azza wa jalla di dalam hal-hal ini
Banyak diantara umat islam yang menyepelekan hukum Allah tentang pengharaman emas dan perak. Mereka membolehkan bagi dirinya untuk menyelisihi hukum Allah ini, mereka tidak sungkan untuk melaksanakan hal yang diharamkan tersebut, sehingga mereka memakai emas di tangan mereka, dan kalung emas di leher mereka.  
Mereka tidak merasa bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka telah meletakkan bara api di tangan dan leher mereka, dan mendapatkan laknat Allah karena perbuatannya tersebut. mereka tidak merasa bahwa mereka adalah korban dari taqlid buta kepada orang-orang kafir dan musyrik.

Sesungguhnya memakai cincin dengan alasan karena ingin menampakkan bahwa dia telah bertunangan atau telah menikah, adalah perkara yang batil yang tidak ada bukti dan dalilnya di dalam syariat, mereka juga tidak memiliki sandaran ketika (melakukan hal tersebut), kecuali taqlid yang buta dan ikut-ikutan. Sebagaimana halnya orang-orang kaya yang membangkang, hanya karena mereka diperbudak oleh penampilan palsu dan kemuliaan yang dibenci, sehingga mereka menggunakan bejana emas dan perak untuk tempat makan, minum, jamuan, dan pesta mereka. Mereka lupa, bahwa Allah azza wa jalla telah mengharamkan itu semua, dan mengancam orang yang menggunakan barang-barang tersebut. tidak ada daya dan upaya kecuali Allah SWT.