Hikmah diharamkannya bejana emas dan perak:
Kami telah menjelaskan bahwa, hikmah teragung dari pembahasan ini
dan yang semisalnya adalah karena ibadah murni dan sebagai ujian bagi manusia.
Akan tetapi bersama hal ini para ulama menemukan hikmah-hikmah yang lain
dibalik itu semua, diantaranya:
a. Allah SWT. menjadikan emas dan perak sebagai alat tukar bagi
manusia untuk memudahkan jual beli mereka. Sehingga tidak dibolehkan
menghilangkan atau mempersempit fungsi pokok dari emas dan perak (yaitu sebagai
alat tukar) untuk dijadikan bejana dan perabot yang didiamkan didalam rumah.
b. (Membuat bejana dari emas dan perak) dapat melukai perasaan dan
hati orang-orang fakir, yaitu ketika mereka melihat orang-orang kaya tersebut
membuat emas dan perak sebagai perhiasan yang selalu dibangga-banggakan,
sehingga mereka menjadi sombong dan angkuh.
c. Mencegah manusia dari menimbun, dan menjadikan barang tambang
yang berharga tersebut sebagai tujuan yang manusia berlomba-lomba untuk
mengumpulkannya, berhias dengannya, dan memajangnya di rumah-rumah mereka. mereka lupa bahwa barang tersebut hanyalah
perantara yang dititipkan kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan dan maslahat
mereka di dunia.
d. Menentang dan menyelisihi perilaku orang-orang kafir, karena
diantara perilaku orang-orang kafir adalah mengingkari hari akhirat, dan
menimbun dunia beserta segala kesenangannya.
Disebutkan di dalam sebuah hadits, “Jauhilah kemewahan dan pakaian orang
musyrik,” hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al
Zinah, bab Tahrimu Isti’mal Ina’I Al Dzahab:2069, dari Umar ra.
Pada hadits imam Muslim yang terdahulu disebutkan, “Sesungguhnya
barang-barang tersebut (bejana emas dan perak) itu untuk mereka (orang-orang
kafir) di dunia.”
Pengecualian dari pengharaman ini:
Pertama:
Dibolehkan bagi wanita untuk menjadikan emas dan perak sebagai
perhiasan untuk berhias, asal dalam batas yang wajar, tanpa berlebih-lebihan
dan melampaui batas. Baik wanita tersebut telah menikah atau belum, masih kecil
atau sudah dewasa, kaya ataupun miskin.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi diawal
kitab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Al Harir Wa Al Dzahab: 1720, dengan sanad yang
sahih, dari Abu Musa Al Asy’ari ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pakaian
sutra dan emas diharamkan untuk orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan
bagi orang wanita.”
Para ulama juga membolehkan untuk memakaikan perhiasan dan pakaian
sutera kepada anak kecil saat hari raya dan yang lainnya, karena mereka tidak
dibebani dengan hukum syariat.
Kedua:
Membuat cincin dari perak, karena Rasulullah saw. pernah memakai
cincin dari perak.
Imam Muslim meriwayatkan di
dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Fi Khatam Al Wariq Fashuhu Habasyi: 2094, dan
Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Khatam Al Fiddlah: 1739, dari
Anas ra. Ia berkata, “Cincin Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya
dari Habasyah.”
Imam Al Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan dari Anas ra., “Cincin
Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya juga terbuat darinya.” Mereka
berdua juga meriwayatkan dari Anas ra., “Rasulullah saw. membuat cincin dari
perak dan mengukirnya dengan tulisan “Muhammad Rasulullah”, kemudian beliau
bersabda, “Sesungguhnya saya telah membuat cincin dari perak, dan saya ukir
dengan tulisan “Muhammad Rasulullah” maka janganlah kalian mengukir dengan
tulisan seperti itu.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan, “Ukiran pada cincin Rasulullah
terdiri dari tiga baris, Muhammad satu baris, Rasul satu baris, dan Allah satu
baris.” Diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Qaul Al Nabi
saw. La Yanqusy ‘Ala Naqsyi Khatamih, bab Hal Yuj’al Naqsyu Al Khatam Tsalatsah
Astur : 5539, 5540. Dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrim
Khatam Al Dzahab ‘Ala Al Rijal: 2092, dan Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma
Ja’a Fi Naqsyi Al Khatam: 1748.
Adapun cincin emas bagi laki-laki maka hukumnya adalah haram secara
mutlak.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim: 2090,
dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw. melihat cincin emas dipakai di tangan
seorang laki-laki, lalu beliau mencabutnya dan membuangnya, beliau lalu
bersabda, “Salah seorang menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di
tangannya.” Setelah Rasulullah saw. pergi, seseorang lalu berkata kepada
laki-laki tersebut, “Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah,” lelaki tersebut
menjawab, “Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambil cincin iitu selamanya,
karena Rasulullah saw. telah mengharamkannya.”
Ketiga:
Pada kondisi darurat, misalnya tidak ada bejana lain kecuali bejana
dari emas atau perak, maka dibolehkan pada kondisi tersebut untuk
menggunakannya.
Atau seperti seseorang yang terpotong hidungnya, lalu dia
menggantinya dengan hidung dari emas, atau seseorang yang butuh untuk
menguatkan giginya dengan emas. Pada kondisi seperti ini dan kondisi darurat
yang semisalnya, dibolehkan untuk memakai emas.
Dalil hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi
dengan sanad hasan gharib, di dalam Abwab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Syaddi Al
Asnan Bi Al Dzahab: 1770, dari ‘Arfajah bin As’ad ra. Ia berkata, “Saat terjadi
perang Al Kullab pada masa jahiliyah hidungku terpotong, lalu aku menggantinya
dengan perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah saw.
memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas.” Abu Daud juga meriwayatkan
hadits ini di dalam kitab Al Khatam, bab Rabtu Al Asnan Bi Al Dzahab: 4232.
Menyepelekan hukum Allah azza wa jalla di dalam hal-hal ini
Banyak diantara umat islam yang menyepelekan hukum Allah tentang
pengharaman emas dan perak. Mereka membolehkan bagi dirinya untuk menyelisihi
hukum Allah ini, mereka tidak sungkan untuk melaksanakan hal yang diharamkan
tersebut, sehingga mereka memakai emas di tangan mereka, dan kalung emas di
leher mereka.
Mereka tidak merasa bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka
telah meletakkan bara api di tangan dan leher mereka, dan mendapatkan laknat
Allah karena perbuatannya tersebut. mereka tidak merasa bahwa mereka adalah
korban dari taqlid buta kepada orang-orang kafir dan musyrik.
Sesungguhnya
memakai cincin dengan alasan karena ingin menampakkan bahwa dia telah
bertunangan atau telah menikah, adalah perkara yang batil yang tidak ada bukti
dan dalilnya di dalam syariat, mereka juga tidak memiliki sandaran ketika
(melakukan hal tersebut), kecuali taqlid yang buta dan ikut-ikutan. Sebagaimana
halnya orang-orang kaya yang membangkang, hanya karena mereka diperbudak oleh
penampilan palsu dan kemuliaan yang dibenci, sehingga mereka menggunakan bejana
emas dan perak untuk tempat makan, minum, jamuan, dan pesta mereka. Mereka
lupa, bahwa Allah azza wa jalla telah mengharamkan itu semua, dan mengancam
orang yang menggunakan barang-barang tersebut. tidak ada daya dan upaya kecuali
Allah SWT.
No comments:
Post a Comment