Thursday, January 1, 2015

pakaian dan perhiasan part 2

Hikmah diharamkannya bejana emas dan perak:
Kami telah menjelaskan bahwa, hikmah teragung dari pembahasan ini dan yang semisalnya adalah karena ibadah murni dan sebagai ujian bagi manusia. Akan tetapi bersama hal ini para ulama menemukan hikmah-hikmah yang lain dibalik itu semua, diantaranya:
a. Allah SWT. menjadikan emas dan perak sebagai alat tukar bagi manusia untuk memudahkan jual beli mereka. Sehingga tidak dibolehkan menghilangkan atau mempersempit fungsi pokok dari emas dan perak (yaitu sebagai alat tukar) untuk dijadikan bejana dan perabot yang didiamkan didalam rumah.
b. (Membuat bejana dari emas dan perak) dapat melukai perasaan dan hati orang-orang fakir, yaitu ketika mereka melihat orang-orang kaya tersebut membuat emas dan perak sebagai perhiasan yang selalu dibangga-banggakan, sehingga mereka menjadi sombong dan angkuh.
c. Mencegah manusia dari menimbun, dan menjadikan barang tambang yang berharga tersebut sebagai tujuan yang manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkannya, berhias dengannya, dan memajangnya di rumah-rumah mereka.  mereka lupa bahwa barang tersebut hanyalah perantara yang dititipkan kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan dan maslahat mereka di dunia.
d. Menentang dan menyelisihi perilaku orang-orang kafir, karena diantara perilaku orang-orang kafir adalah mengingkari hari akhirat, dan menimbun dunia beserta segala kesenangannya.  Disebutkan di dalam sebuah hadits, “Jauhilah kemewahan dan pakaian orang musyrik,” hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Isti’mal Ina’I Al Dzahab:2069, dari Umar ra.
Pada hadits imam Muslim yang terdahulu disebutkan, “Sesungguhnya barang-barang tersebut (bejana emas dan perak) itu untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia.”
Pengecualian dari pengharaman ini:
Pertama:
Dibolehkan bagi wanita untuk menjadikan emas dan perak sebagai perhiasan untuk berhias, asal dalam batas yang wajar, tanpa berlebih-lebihan dan melampaui batas. Baik wanita tersebut telah menikah atau belum, masih kecil atau sudah dewasa, kaya ataupun miskin.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi diawal kitab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Al Harir Wa Al Dzahab: 1720, dengan sanad yang sahih, dari Abu Musa Al Asy’ari ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi orang wanita.”
Para ulama juga membolehkan untuk memakaikan perhiasan dan pakaian sutera kepada anak kecil saat hari raya dan yang lainnya, karena mereka tidak dibebani dengan hukum syariat.
Kedua:
Membuat cincin dari perak, karena Rasulullah saw. pernah memakai cincin dari perak.
Imam Muslim meriwayatkan  di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Fi Khatam Al Wariq Fashuhu Habasyi: 2094, dan Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Khatam Al Fiddlah: 1739, dari Anas ra. Ia berkata, “Cincin Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya dari Habasyah.”
Imam Al Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan dari Anas ra., “Cincin Nabi saw. terbuat dari perak, dan mata cincinnya juga terbuat darinya.” Mereka berdua juga meriwayatkan dari Anas ra., “Rasulullah saw. membuat cincin dari perak dan mengukirnya dengan tulisan “Muhammad Rasulullah”, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya saya telah membuat cincin dari perak, dan saya ukir dengan tulisan “Muhammad Rasulullah” maka janganlah kalian mengukir dengan tulisan seperti itu.”
Imam Al Bukhari meriwayatkan, “Ukiran pada cincin Rasulullah terdiri dari tiga baris, Muhammad satu baris, Rasul satu baris, dan Allah satu baris.” Diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam Al Libas, bab Qaul Al Nabi saw. La Yanqusy ‘Ala Naqsyi Khatamih, bab Hal Yuj’al Naqsyu Al Khatam Tsalatsah Astur : 5539, 5540. Dan imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrim Khatam Al Dzahab ‘Ala Al Rijal: 2092, dan Al Tirmidzi di dalam Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Naqsyi Al Khatam: 1748.
Adapun cincin emas bagi laki-laki maka hukumnya adalah haram secara mutlak.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim: 2090, dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw. melihat cincin emas dipakai di tangan seorang laki-laki, lalu beliau mencabutnya dan membuangnya, beliau lalu bersabda, “Salah seorang menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya.” Setelah Rasulullah saw. pergi, seseorang lalu berkata kepada laki-laki tersebut, “Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah,” lelaki tersebut menjawab, “Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambil cincin iitu selamanya, karena Rasulullah saw. telah mengharamkannya.”
Ketiga:
Pada kondisi darurat, misalnya tidak ada bejana lain kecuali bejana dari emas atau perak, maka dibolehkan pada kondisi tersebut untuk menggunakannya.
Atau seperti seseorang yang terpotong hidungnya, lalu dia menggantinya dengan hidung dari emas, atau seseorang yang butuh untuk menguatkan giginya dengan emas. Pada kondisi seperti ini dan kondisi darurat yang semisalnya, dibolehkan untuk memakai emas.
Dalil hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi dengan sanad hasan gharib, di dalam Abwab Al Libas, bab Ma Ja’a Fi Syaddi Al Asnan Bi Al Dzahab: 1770, dari ‘Arfajah bin As’ad ra. Ia berkata, “Saat terjadi perang Al Kullab pada masa jahiliyah hidungku terpotong, lalu aku menggantinya dengan perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas.” Abu Daud juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab Al Khatam, bab Rabtu Al Asnan Bi Al Dzahab: 4232.
Menyepelekan hukum Allah azza wa jalla di dalam hal-hal ini
Banyak diantara umat islam yang menyepelekan hukum Allah tentang pengharaman emas dan perak. Mereka membolehkan bagi dirinya untuk menyelisihi hukum Allah ini, mereka tidak sungkan untuk melaksanakan hal yang diharamkan tersebut, sehingga mereka memakai emas di tangan mereka, dan kalung emas di leher mereka.  
Mereka tidak merasa bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka telah meletakkan bara api di tangan dan leher mereka, dan mendapatkan laknat Allah karena perbuatannya tersebut. mereka tidak merasa bahwa mereka adalah korban dari taqlid buta kepada orang-orang kafir dan musyrik.

Sesungguhnya memakai cincin dengan alasan karena ingin menampakkan bahwa dia telah bertunangan atau telah menikah, adalah perkara yang batil yang tidak ada bukti dan dalilnya di dalam syariat, mereka juga tidak memiliki sandaran ketika (melakukan hal tersebut), kecuali taqlid yang buta dan ikut-ikutan. Sebagaimana halnya orang-orang kaya yang membangkang, hanya karena mereka diperbudak oleh penampilan palsu dan kemuliaan yang dibenci, sehingga mereka menggunakan bejana emas dan perak untuk tempat makan, minum, jamuan, dan pesta mereka. Mereka lupa, bahwa Allah azza wa jalla telah mengharamkan itu semua, dan mengancam orang yang menggunakan barang-barang tersebut. tidak ada daya dan upaya kecuali Allah SWT.

No comments:

Post a Comment