2- kafarat bagi musafir dan orang sakit yang tidak mengqadla
shaumnya pada tahun itu pula.
Orang yang tidak berpuasa karena bepergian atau karena sakit, maka
wajib untuk mengqadlanya pada tahun itu juga sebelum masuk bulan Ramadlan pada
tahun berikutnya.
Allah ta’ala berfirman, “Maka barang siapa di antara kamu sakit
atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak
hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (Al Baqarah:
184).
Jika dia tidak mengqadlanya karena menyepelekan, sehingga masuk
pada bulan Ramdlan yang berikutnya, maka dia berdosa dan wajib membayar kafarat
selain juga harus mengqadlanya. Kafarat ini adalah berupa memberi makan orang
fakir sejumlah satu mud dari makanan pokok tempat tersebut.
Kafarat ini terus bertambah sesuai dengan jumlah tahunnya, jika dia
terlambat untuk menqadla sehingga masuk pada bulan Ramadlan pada tahun yang
kedua, maka wajib untuk membayar dua mud untuk setiap satu hari, dan tetap
berkewajiban mengqadlanya, demikian seterusnya.
Akan tetapi jika dia terus berhalangan sampai hari Ramadlan
terakhir, maka tidak wajib baginya kecuali mengqadla.
Dan jika dia mati sebelum memiliki kesempatan untuk mengqadla, maka
dia tidak berkewajiban untuk melakukan apapun.
Akan tetapi jika dia mati setelah memiliki kesempatan untuk
mengqadla tetapi ia tidak melaksanakannya, maka disunahkan bagi ahli warisnya
untuk menggantikan berpuasa sesuai dengan jumlah hari yang ditanggungnya. Dan
jika ahli warisnya tidak menggantikannya berpuasa, maka wajib memberi makan
sejumlah satu mud setiap harinya berupa makanan pokok di tempat
tersebut,sehingga ia terbebas dari tanggungan di sisi Allah azza wa jalla. dan
makanan tersebut diambil dari harta peninggalannya.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Tirmidzi di dalam
Abwabu Al Zakah, bab Ma Ja’a Fi Al Kaffarah:
718, dari Ibnu Umar ra. Ia berkata, “Barang siapa yang meninggal dan
masih memiliki tanggungan puasa, maka hendaklah ia memberi makan satu orang
miskin setiap harinya, sebagai gantinya.”
Dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa
meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa, maka hendaklah ahli warisnya
berpuasa untuk menggantikannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhari
di dalam Al Shaum, bab Man Maata Wa ‘Alaihi Shaumun: 1851, dan imam Muslim di
dalam Al Shiyam, bab Qadla’u Al Shaum ‘An Al Mayyit: 1147.
3- kafarah bagi orang yang sudah tua yang sudah tidak mampu
berpuasa
Orang tua yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka wajib baginya
untuk bersedekah satu mud setiap harinya, berupa makanan pokok tempat tersebut.
dan tidak wajib baginya atau ahli warisnya selain hal tersebut.
Dalil hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al
Bukhari di dalam Tafsir Shurah Al Baqarah, bab Qauluhu Ayyaman Ma’dudaat :4235,
dari Atha’, bahwa ia mendengar Ibnu Abbas ra. Membaca, “Dan bagi orang yang
berat menjalankannya wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang
miskin.” (Al Baqarah: 184). Ibnu Abbas ra. berkata, “Ayat ini tidak dinaskh
(dihapus), yang dimaksud adalah orang laki-laki atau wanita yang sudah sangat
tua, yang tidak mampu lagi untuk berpuasa, maka dia memberi makan satu orang
miskin setiap harinya.”
4- kaffarah bagi orang yang hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena takut akan kondisi
anaknya.
Apabila orang hamil atau menyusui tidak berpuasa karena khawatir
akan kesehatan anaknya (jika dipaksakan untuk berpuasa), seperti orang hamil
yang takut keguguran jika dia berpuasa, atau orang yang menyusui takut air
susunya akan berkurang, sehingga anak yang disusuinya akan mati jika dia
berpuasa, maka wajib bagi keduanya untuk mengqadla dan membayar kafarat.
Kafarat yang dibayarkan adalah berupa satu mud makanan pokok daerah
tersebut setiap harinya, dan diberikan kepada orang-orang fakir.
Adapun jika dia tidak berpuasa karena khawatir akan kondisi
dirinya, baik bersamaan dengan hal itu dia juga mengkhawatirkan kondisi anaknya
ataupun tidak, maka wajib baginya untuk mengqadla saja, dan tidak wajib
membayar kafarat.
No comments:
Post a Comment