Batasan-batasan wasiat
a. Orang yang berwasiat tidak
boleh melebihi sepertiga dari hartanya, berdasarkan hadits Sa’ad bin Abi Al
Waqas ra. Ia berkata, ““Rasulullah saw. mengunjungiku paada haji wada’, saat
itu aku sedang sakit parah. Lalu aku berberkata, “Sakitku sudah parah, dan aku
memiliki harta, sementara tidak ada yang mewarisiku kecuali seorang anak
perempuan, bolehkah aku bersedekah dengan dua per tiga dari hartaku?”
Rasulullah menjawab, “Tidak,” lalu aku bertanya, “Setengah?” beliau menjawab,
“Tidak,” lalu Rasulullah melanjutkan sabdanya, “(bersedekahlah) sepertiga, dan
sepertiga itu cukup banyak, sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam
keadaan miskin dan meminta-minta kepada manusia, dan tidaklah kamu memberikan
nafkah karena mencari ridla Allah kecuali kamu akan diberi pahala karena hal
itu, bahkan sesuap makanan yang kamu berikan dimulut istrimu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh imam
Muslim, di dalam kitab Al Washaya, bab Al Washiyah Bi Al Tsuluts: 1628, dan
imam Al Bukhari juga meriwayatkan hadits yang serupa dengannya, di dalam Kitab
Al Washaya, bab An Yatruka Waratsatahu Aghniya’ Khairun Min An Yatakaffafu Al
Nas: 2591.
Hukum orang yang menyelisihi
perintah Rasulullah saw. sehingga dia berwasiat lebih dari sepertiga
Al Syafi’iyah berpendapat bahwa
wasiat yang melebihi sepertiga hukumnya makruh secara syar’i, akan tetapi
wasiat tersebut tetap sah. Dan harta lebihan dari sepertiga tersebut tidak diberikan, kecuali jika diijinkan oleh
ahli waris (dari orang yang berwasiat). Dan jika mereka menolak kelebihan ini,
maka tidak boleh dibagi. ini adalah pendapat yang sudah disepakati, karena
harta lebihan dari sepertiga tersebut adalah hak mereka (ahli waris).
Adapun jika orang yang berwasiat
tersebut tidak memiliki ahli waris, lalu dia berwasiat lebih dari sepertiga,
maka lebihan harta dari sepertiga tersebut tidak dianggap, karena itu adalah
hak kaum muslimin, sehingga harta lebihan dari sepertiga tersebut tidak boleh
diberikan.
Oleh karena itu, ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa berwasiat kurang dari sepertiga adalah sunah, berdasarkan
hadits Nabi saw. yang terdahulu, “(Bersedekahlah) Sepertiga, dan sepertiga itu
banyak,” juga karena sebab dilarangnya wasiat lebih dari sepertiga, “Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada
engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada
manusia.”
b. harta wasiat dianggap sah
setelah kematian orang yang berwasiat, bukan ketika wasiat tersebut di ucapkan.
Karena wasiat adalah memberikan hak kepemilikan setelah kematian (orang yang
berwasiat).
Kalau seseorang wasiat berupa
seribu pound, karena waktu itu dia memiliki tiga ribu pound, akan tetapi ketika
dia meniggal hartanya tinggal tersisa dua ribu pound, maka harta wasiat yang
diberikan adalah dua pertiga dari dua ribu pound, sementara sisanya diberikan
sesuai dengan kesepakatan ahli waris, jika mereka membolehkan maka diberikan
sisanya, tetapi jika mereka menolak, maka sisanya tersebut batal.
c. sepertiga dari harta yang
boleh diwasiatkan adalah sepertiga dari semua harta setelah digunakan untuk
membayar hutang, atau membayar tanggungan dari mayit (orang yang berwasiat).
Kalau seseorang berwasiat dengan
sepertiga dari hartanya, maka yang diberikan adalah sepertiga dari hartanya
yang tersisa setelah digunakan untuk membayar hutangnya.
Allah SWT. berfirman ketika
menjelaskan tentang hukum warisan, “(Pembagian-pembagian tersebut di atas)
setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.”
Dan membayar hutang lebih didahulukan daripada wasiat munurut ijmak. sehingga
kalau hartanya habis digunakan untuk membayar hutang, maka tidak ada wasiat
yang diberikan dari hartanya.
Apabila seseorang yang sakit menjelang
kematiannya, berwasiat dan memberikan sumbangan yang melebihi sepertiga dari
hartanya, dan ahli waris orang tersebut tidak mengijinkan lebihan tersebut,
maka dilakukan hal-hal berikut secara berurutan:
1- apabila sebagian dari harta
yang disumbangkan tersebut Munjaz (harus segera dilaksanakan), dan
sebagian yang lain Mu’allaq (digantung dengan sesuatu yang lain), maka
lebih di dahulukan Al Munjaz daripada Al Mu’allaq, karena Al Munjaz harus
segera dilaksanakan dan tidak boleh dibatalkan, berbeda dengan Al Mu’allaq.
Kalau seseorang mewakafkan rumah
seharga seribu pound, dan ia juga wasiat untuk memberikan seribu pound setelah
kematiannya, sementara harta peninggalannya ketika kematiannya berjumlah tiga
ribu pound, maka lebih di dahulukan untuk membayar wakaf, dan wasiatnya
dianggap batal. Kecuali jika ahli waris membolehkannya, karena harta yang ia
sumbangkan menjelang kematiannya tersebut telah sepertiga dari harta
peninggalannya.
2- apabila seluruh harta yang ia
sumbangkan tersebut digantung (akan diberikan) setelah kematiannya, dan
melebihi sepertiga dari jumlah harta, dan ahli waris tidak mengijinkan lebihan
dari sepertiga tersebut, maka diberikan sepertiga dari seluruh harta
peninggalan, dan dibagi kepada orang yang akan disumbang sesuai dengan ukurang
masing-masing.
Kalau seseorang berwasiat, untuk
Zaid seratus, untuk Khalid lima puluh, dan untuk Amr lima puluh, sementara
jumlah sepertiga dari seluruh hartanya berjumlah seratus, maka Zaid akan
mendapat lima puluh, Khalid mendapat dua puluh lima, demikian juga Amr akan
mendapat dua puluh lima.
3- apabila menjelang kematiannya,
seseorang berkewajiban untuk membayar sumbangan-sumbangan yang harus segera dia
bayarkan, seperti wakaf, dan sedekah yang jumlah keseluruhannya melebihi
sepertiga dari jumlah seluruh hartanya, maka didahulukan terlebih dahulu untuk
membayar yang pertama, kemudian yang kedua, sehingga mencapai sepertiga dari
jumlah keseluruhan harta yang ditinggalkan. Didahulukannya yang pertama dari
yang kedua, adalah sebab kekuatannya, karena tidak membutuhkan ijin dari ahli
waris.
4- apabila menjelang kematiannya,
seseorang berkewajiban untuk membayar sumbangan yang harus dilaksanakan dengan
segera dan dalam satu kali waktu, maka sepertiga dari harta warisan dibagi
menurut prosentase bagian masing-masing. Karena dalam kondisi ini kita tidak
dapat mendahulukan sebagian dari sebagian yang lain.
No comments:
Post a Comment