Wednesday, December 31, 2014

pakaian dan perhiasan part 1

Pakaian dan perhiasan
Hukum asal tentang pakaian dan perhiasan adalah halal:
Hukum asal tentang pakaian dan perhiasan, baik yang dilekatkan di badan, pakaian, atau di tempat tertentu, adalah halal dan boleh.
Hal itu berdasarkan ayat yang menjelaskan bahwa semua yang diciptakan oleh Allah untuk makhluknya, adalah agar mereka memanfaatkan nikmat Allah tersebut di dalam kehidupannya, baik untuk dijadikan pakaian, perhiasan, atau digunakan untuk yang lainnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu semuanya.” (Al Baqarah: 29).
Juga firman-Nya, “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya, dan jika menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (Ibrahim: 34).
Serta firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?” katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.” (Al A’raf: 32).
Allah juga berfirman, “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.” (Al A’raf: 26).
“Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal, dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim, dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu). Dan Allah menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan, Dia menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikanlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (Al Nahl: 80-81).
Dari dalil-dalil ini, kita dapat mengetahui bahwa hukum asal dari semua jenis pakaian dan perhiasan adalah halal dan mubah. Kecuali hal-hal yang dikecualikan oleh dalil khusus.
Pakaian dan perhiasan yang diharamkan:
Diantara pakaian dan perhiasan tersebut ada yang diharamkan dan dilarang memakainya. Kami akan menjelaskan sebagian dari hal-hal tersebut:
1- Haramnya emas dan perak kecuali untuk jual beli dan semacamnya.
Emas dan perak tidak boleh digunakan untuk segala jenis keperluan kecuali untuk jual beli dan yang sejenisnya. Maka tidak boleh menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak, untuk makan atau minum. emas dan perak juga tidak boleh dijadikan alat menulis, bercelak, atau digunakan untuk menghias rumah, tempat duduk, masjid, toko, dan yang lainnya. Baik emas atau perak yang digunakan tersebut sedikit atau banyak.
Sebagaimana diharamkan menggunakan emas dan perak dalam hal-hal diatas, demikian juga diharamkan membuatnya meskipun tidak digunakan. Karena sesuatu yang haram digunakan, haram untuk membuatnya.
Dalil haramnya menggunakan emas dan perak.
Hadits sahih yang menjelaskan haramnya tersebut sangat banyak, diantaranya:
Hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrimu Isti’mal Awani Al Dzahab: 2065, dari Ummu Salamah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa minum dengan bejana emas atau perak, maka ia mendidihkan api neraka jahanam di dalam perutnya.”
Imam Muslim juga meriwayatkan di dalam Al Libas Wa Al Zinah, bab Tahrim Isti’mal Ina’i Al Dzahab : 2067, dari Hudzaifah ra. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian minum dengan bejana emas dan perak, dan jangan makan dari piring yang terbuat dari keduanya, karena sesungguhnya barang-barang tersebut untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia.”
Hukum menggunakan bejana yang disambung atau ditambal dengan emas atau perak:
Haram menggunakan bejana yang disambung dengan emas secara mutlak, baik sambungannya tersebut besar atau kecil, juga sama saja baik yang disambung tersebut adalah bagian yang digunakan, atau tidak.
Adapun bejana yang disambung dengan perak, apabila sambungannya tersebut besar dan tidak diperlukan, maka haram hukumnya. Dan jika sambungan tersebut kecil, atau besar tetapi memang dibutuhkan, maka hukumnya boleh, baik sambungan tersebut berada pada bagian yang digunakan ataupun tidak.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam Al Asyribah, bab Al Syurbu Min Qadah Al Nabi saw. Wa Aniyatihi, dari Ashim Al Ahwal ia berkata, “Aku melihat gelas Nabi saw. ada pada Anas bin Malik ra., gelas tersebut telah retak, lalu dia menyambungnya dengan perak, Anas berkata, “Gelas tersebut adalah gelas yang sangat bagus yang terbuat dari kayu pilihan, Ashim melanjutkan, “Anas berkata, “Sungguh aku telah menuangkan (minuman) kepada Rasulullah saw. dengan gelas tersebut lebih dari sekian kali.”
Hukum menggunakan bejana yang disepuh dengan emas:
Bejana yang disepuh dengan sedikit emas (yaitu apabila dibakar emas tersebut tidak terkumpul), maka halal. Dan jika emas yang digunakan untuk menyepuh tersebut jumlahnya banyak (yaitu jika dibakar emas tersebut berkumpul), maka hukumnya haram dan tidak boleh menggunakan atau membuatnya.
Dan juga diharamkan menyepuh atap rumah dan dindingnya dengan emas atau perak, meskipun sedikit.
Hukum menggunakan bejana yang dibuat dari bahan tambang yang berharga:  
Boleh menggunakan bejana yang terbuat dari bahan tambang yang berharga selain emas dan perak, seperti berlian, mutiara, yaqut (sejenis batu permata), zamrud, kaca, dan yang lainnya, karena tidak ada dalil yang melarangnya. dan hukum asal ini semua adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, dan mengkiaskan barang-barang tersebut dengan emas dan perak juga tidak tepat.

No comments:

Post a Comment