Makanan dan minuman
Makanan yang halal dan yang haram
Kaidah syar’iyah untuk mengetahui makanan yang halal dan yang haram
adalah berdasarkan firman Allah ta’ala, “Katakanlah, “Tidak kudapati di
dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi
yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang
mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, atau hewan yang disembelih bukan
atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan
tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha pengampun, Maha
penyayang.(Al An’am:145).
Dan firman-Nya, “Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi
mereka, dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka,” (Al Araf:157).
Juga firman Allah ta’ala, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad),
“Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu (adalah
makanan) yang baik-baik,” (Al Maidah:4).
Berdasarkan dari ayat-ayat ini, maka hukum halal haram suatu
makanan dibangun diatas tiga prinsip dasar sebagai berikut:
Prinsip pertama:
Semua hewan yang dianggap baik (untuk dimakan) oleh orang Arab
disaat kondisi makmur dan sejahtera, dan pada zaman Nabi saw. maka hukumnya
halal.
Termasuk didalam bab ini adalah:
a. Semua hewan yang tidak hidup kecuali di laut, yaitu ikan dengan
segala jenis dan namanya, maka hukumnya halal, karena orang-orang Arab menganggap
hal tersebut baik untuk dimakan, yang kemudian dikuatkan oleh syariat yang
menjelaskan kehalalan hewan laut dan boleh untuk dimakan.
At Tirmidzi meriwayatkan di dalam kitab Abwab Al Thaharah, bab Ma
Ja’a Fi Ma’i Al Bahr Annahu Thahurun: 69, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata,
“Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. ia berkata, “Wahai Rasulullah! Kami
sedang berada di laut, dan hanya membawa sedikit air, jika kami menggunakan air
tersebut untuk berwudlu maka kami kehausan, apakah boleh kami berwudlu dengan
menggunakan air laut?” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Laut itu suci airnya,
halal bangkainya.”
Allah ta’ala juga berfirman,
“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut,”
(Al Maidah: 96).
Jumhur ulama menafsirkan makanan laut adalah ikan mati yang
mengapung dipermukaan laut, selama belum busuk.
b. Binatang ternak yang meliputi unta, sapi, kambing, kuda, sapi,
keledai liar, kijang, kelinci, dan yang lainnya yang dianggap baik untuk
dimakan oleh orang Arab, dan dihalalkan oleh syariat.
Tidak semua hewan yang dianggap baik untuk dimakan oleh orang Arab
itu halal, tetapi ada yang dikecualikan, yaitu binatang yang diharamkan oleh
syariat seperti bighal (hewan peranakan kuda dan keledai), dan keledai yang
dipelihara.
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam kitab Al Dabaih Wa Al Shaid,
bab Lahm Al Humur Al Insiyah: 5204, dari Jabir bin Abdillah ra. Ia berkata,
“Rasulullah saw. melarang memakan daging keledai pada hari penaklukan khaibar,
dan membolehkan memakan daging kuda.”
Al Tirmidzi meriwayatkan di dalam kitab Al At’imah, bab Ma Ja’a Fi
Akli Luhum Al Khail: 1793, dari Jabir ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. memberi
makan kami daging kuda, dan melarang kami memakan daging keledai.”
Hukum bighal dikiaskan kepada hukum keledai, yaitu diharamkan.
Karena larangan untuk memakan daging keledai seperti yang terdapat didalam
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud terdahulu, karena bighal adalah
peranakan antara yang dihalalkan (kuda) dan yang diharamkan (keledai), akan
tetapi sisi keharamannya lebih kuat, sehingga bighal diharamkan.
Semua hewan yang dianggap menjijikkan oleh orang Arab pada zaman
Nabi saw. seperti serangga dan sejenisnya adalah haram, Kecuali yang dibolehkan
oleh syariat sebagai pengkhususan, seperti Yarbu’ (hewan yang menyerupai tikus,
tetapi ekornya lebih panjang demikian juga kedua telinganya, dan kedua kakinya
lebih panjang dari kedua tangannya), biawak, Sammur (sejenis musang), landak,
kelinci, Ibnu ‘Ars (sejenis musang), dan yang lainnya.
Imam Al Bukhari meriwayatkan hadits yang menjelaskan tentang
kehalalan biawak, di dalam kitab Al Shaid Wa Al Dzabaih, bab Al Dlab :5216,
dari Ibnu Umar ra. Rasulullah saw. bersabda, “Saya tidak memakan biawak dan
tidak mengharamkannya.”
Dipakainya kebiasaan orang Arab untuk menentukan halal dan haram
didalam hal ini adalah karena merekalah yang dibebani dengan hukum-hukum
syariat pertama kali, dan karena Nabi saw. diutus ditengah-tengah mereka, dan
Al Quran juga diturunkan ditengah-tengah mereka.
Prinsip kedua:
Semua binatang buas yang memiliki taring yang kuat untuk berburu
adalah haram, seperti Anjing, babi, serigala, beruang, kucing, Ibnu Awi
(sejenis serigala), gajah, hewan pemangsa, harimau, citah, monyet, dan yang
semisalnya.
Kalau gigi teringnya lemah, dan tidak digunakan untuk berburu, maka
tidak haram dimakan, seperti hiena dan pelanduk.
Al Tirmidzi meriwayatkan di dalam kitab Al At’imah, bab Ma Ja’a Fi
Akli Al Dlab’i: 1792, dari Ibnu Abi ‘Ammar ia berkata, “Aku bertanya kepada
Jabir ra. “Apakah Al Dlab’u (hyena),termasuk hewan buruan?” Jabir menjawab,
“Ya,” aku bertanya, “Apakah boleh memakannya?” Jabir menjawab, “Ya,” aku
berkata, “Apakah Rasulullah saw. mengatakannya?,” Jabir menjawab, “Ya.”
Semua jenis burung yang memiliki cakar yang kuat untuk berburu
diiharamkan, seperti burung rajawali, elang, falcon, dan yang sejenisnya.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di
dalam kitab Al Dzabaih Wa Al Shaid, bab Aklu Kulli Dzi Naab Min Al Siba’ :5210,
dan imam Muslim di dalam kitab Al Shaid Wa Al Dzabaih, bab Tahrimu Akli Kulli
Dzi Naab : 1932, dari Abu Tsa’labah Al Khusyani ra. Bahwa Rasulullah saw.
melarang (memakan )hewan buas yang memiliki gigi taring.”
Imam Muslim juga meriwayatkan di dalam kitab Al Shaid Wa Al
Dzabaih, bab Tahrimu Akli Kulli Dzi Naab: 1934, dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata,
“Rasulullah saw. melarang (memakan) hewan buas yang bertaring, dan burung yang
memiliki cakar.”
Karena hewan buas dan burung jenis ini gemar memakan bangkai
disebabkan insting berburunya. Oleh karena itu hewan-hewan tersebut termasuk
hewan yang kotor.
Prinsip ketiga:
Semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh maka diharamkan.
seperti ular, kalajengking, burung gagak, elang, tikus, dan semua hewan yang
berbahaya.
Semua hewan tersebut dan yang sejenisnya, haram dimakan. Meskipun
orang Arab menganggapnya baik untuk dimakan ataupun tidak, karena disunahkan
untuk membunuh hewan-hewan tersebut.
Aisyah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Lima jenis
binatang yang berbahaya, semuanya boleh dibunuh di tanah haram, yaitu gagak,
elang, kalajengking, tikus, dan anjing gila.” Hadits ini diriwayatkan oleh imam
Al Bukhari di dalam kitab Al Ihshar Wa Jaza’u Al Shaid, bab Ma Yaqtul Al Muhrim
Min Al Dawab: 1732, dan imam Muslim di dalam kitab Al Haj, bab Ma Yundab
Lilmuhrim Wa Ghairihi Qatlahu Min Al Dawab: 1198.
Kondisi darurat:
Semua hukum-hukum diatas berlaku kecuali dalam kondisi darurat,
maka dibolehkan dalam keadaan darurat untuk memakan bangkai, dan hewan-hewan
yang diharamkan, hanya sekedar untuk mengganjal perut, dan menjaga tetap hidup.
Berdasarkan firman Allah ta’ala, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Al Nisa:29).
Allah juga berfirman, “Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar
bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Al Maidah:3).
Dan firman-Nya, “Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan
karena menginginkannya, dan tidak(pula) melampau batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al Baqarah: 173).
Penutup tentang hal-hal yang dihalalkan dan yang diharamkan:
Sebagai tambahan dari yang telah kami sebutkan diatas, maka kami
akan menyebutkan sesuatu yang diharamkan dan yang dihalalkan, sebagai
pengingat.
1- Sesuatu yang diharamkan:
a. Semua serangga diharamkan, seperti semut, lalat, kumbang, ular,
cacing, bangsat, kutu, kecoa, cicak, dan yang lainnya. Juga semua binatang yang
memiliki sengat dan racun seperti lebah, lalat penyengat, kalajengking, dan
yang lainnya. selain hewan-hewan yang dikecualikan, seperti belalang, landak,
biawak, Yarbu’, dan ulat yang terdapat pada buah apabila ikut termakan
bersamanya.
b. Burung yang haram dimakan:
- Al Babbagha: yaitu burung berwarna hijau , yang pandai menirukan
suara (sejenis beo).
- Al Thawus: yaitu burung yang suka membanggakan diri, sombong, dan
suka memamerkan bulunya (sejenis merak).
- Al Rakhamah: burung yang bentuknya menyerupai elang (sejenis
burung nazar).
- Al Bughatsah: burung berwarna putih, terbangnya lambat, lebih
kecil dari rajawali, memiliki cakar yang tidak kuat.
- Al Khuthaf: burung yang punggungnya berwarna hitam, perutnya berwarna
putih, dan sering masuk ke dalam rumah pada musim semi (sejenis burung walet).
- Al Khuffasy, disebut juga Al Wathwath: yaitu hewan yang terbang,
tidak berbulu, menyerupai tikus, terbang antara waktu maghrib dan isya (sejenis
kelelawar).
c. Semua yang najis dan tidak mungkin disucikan, yaitu semua cairan
seperti cuka, minyak, sirup, dan yang lainnya, yang tercampur dengan suatu yang
najis.
d. Semua yang berbahaya bagi tubuh, seperti batu, debu, kaca,
racun, opium, dan yang lainnya.
2- Sesuatu yang halal
a. Hewan-hewan berikut hukumnya halal, yaitu, burung unta, bebek,
angsa, ayam, burung puyuh, merpati, semua burung yang bentuknya menyerupai
burung pipit, seperti burung bulbul, jalak, dan yang lainnya.
b. Semua yang suci dan tidak berbahaya, dan tidak menjijikkan.
seperti bunga, buah-buahan, biji-bijian, telur, keju, dan lain sebagainya.
Adapun sesuatu yang menjijikkan maka hukumnya haram. seperti ingus, air mani,
dan yang lainnya.
c. Susu hewan yang dagingnya boleh dimakan. Adapun susu hewan yang
dagingnya tidak boleh dimakan maka hukumnya haram. kecual susu manusia, maka
hukumnya suci dan halal diminum.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment