Friday, December 19, 2014

wasiat part 2

Hukum wasiat
Pada awal permulaan islam, wasiat kepada kedua orang tua dan keluarga dekat hukumnya wajib, dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 180).
Akan tetapi kewajiban ini kemudian dinasakh (dihapus), dengan ayat mawarits (ayat-ayat tentang hukum waris), dan juga dihapus dengan hadits Nabi saw., sehingga wasiat hukumnya sunah, diberikan untuk kebaikan, hanya sepertiga atau kurang, dan diberikan kepada selain ahli waris.
Abu Dawud di dalam Al Washaya, bab Ma Ja’a Fi Naskhi Al Washiyah Li Alwalidain Wa Al Aqrabin: 2869, dan Al Tirmidzi di dalam Al Washaya bab ke dua: 2118, dari Abdullah bin Abbas ra. Berkata, “jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik,” dulu wasiat adalah seperti itu, sehingga dihapus dengan ayat Al Mawarits (ayat-ayat tentang hukum warisan).”
Amr bin Kharijah ra. Meriwayatkan bahwa Nabi saw. berkhutbah di atas untanya, sementara aku berada di bawah leher untanya, dan unta tersebut memamah makanannya  sementara air liurnya bertetesan diantara dua pundakku. aku mendengar beliau berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberikan semua orang yang berhak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris, anak (hasil zina) adalah milik ibunya, dan bagi orang yang berzina adalah batu (rajam).” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Tirmidzi di dalam Al Washaya, bab Ma Ja’a La Washiyata Liwaritsin: 2122, dan Al Nasai di dalam Al Washaya, bab Ibthal Al Washiyah Lilwarits: 6/247.
Abu Umamah Al Bahili ra. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan semua orang yang berhak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, di dalam Al Washaya, bab Ma Ja’a Fi Al Washiyah Li Al Warits: 2870.

Hukum-hukum wasiat yang lain
Kami telah menjelaskan bahwa wasiat hukumnya sunah dalam hal kebaikan, dan untuk selain ahli waris. akan tetapi dalam kondisi tertentu terkadang hukum wasiat bisa berubah menjadi:
A. wajib
Hukum wasiat menjadi wajib apabila seseorang berkewajiban untuk memenuhi hak syar’i kepada Allah, seperti zakat dan haji, dan dia takut jika tidak berwasiat, maka hak Allah tersebut terlalaikan. Demikian juga jika hak tersebut adalah hak orang lain, seperti titipan atau hutang. sehingga apabila dia tidak berwasiat maka dikhawatirkan tidak ada orang yang mengetahui hal ini.
b. haram
wasiat hukumnya haram apabila seseorang berwasiat dengan sesuatu yang diharamkan syariat. Seperti wasiat berupa khamr, atau berwasiat untuk hal–hal yang dapat merusak akhlak masyarakat. Selain haram, wasiat seperti ini tidak sah dan tidak boleh dilaksanakan.
Termasuk wasiat yang diharamkan adalah wasiat dengan tujuan ingin menzalimi ahli waris dan menghalangi mereka dari mengambil hak mereka yang telah di tentukan secara syar’i.
Allah SWT. melarang wasiat untuk menzalimi orang lain. Allah berfirman, “Dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris) demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (Al Nisa: 12).
Abu Hurairah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki dan wanita yang beramal dengan ketaatan kepada Allah selama enam puluh tahun, kemudian kematian menghampiri mereka berdua, lalu mereka menyulitkan (para pewaris)dalam berwasiat, sehingga neraka wajib bagi mereka,” kemudian Abu Hurairah ra. Membaca ayat, “Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris)demikianlah ketentuan Allah,” sampai firman-Nya, “Dan itulah kemenangan yang agung.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam Al Washaya, bab Ma Ja’a Fi Karahiyati Al Idlrar Bi Al Washiyah: 2867, dan Al Tirmidzi di dalam Al Washaya, bab Al Idlrar Fi Al Washiyah: 2118.
c. mubah
yaitu wasiat untuk teman atau orang kaya, yang tidak berilmu atau salih. Akan tetapi jika dia berniat untuk kebaikan dan menyambung silaturahim, maka wasiat tersebut hukumnya sunah, karena hal tersebut merupakan wasiat dalam ketaatan.
d. makruh

wasiat hukumnya makruh, yaitu apabila orang yang berwasiat hanya memiliki harta yang sedikit, dan memiliki ahli waris yang miskin dan membutuhkan bantuan. Sebagaimana makruhnya wasiat untuk orang fasik dan ahli maksiat, jika diyakini bahwa wasiat tersebut akan membantu mereka berdua dalam bermaksiat.

No comments:

Post a Comment