Tata cara berburu yang disyariatkan
Maksudnya adalah tata cara berburu yang sesuai dengan syariat
sehingga hasil buruannya tersebut boleh dimakan. Sebaliknya maksud dari berburu
yang tidak disyariatkan adalah tata cara berburu yang mengakibatkan hewan
buruannya tidak boleh dimakan.
Tata cara berburu yang sesuai dengan syariat dilakukan dengan
menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
Pertama:
Berburu dengan menggunakan benda tajam yang dapat melukai, baik
menggunakan besi, peluru, batang yang tajam, kaca, atau yang lainnya, selama
benda tersebut dapat melukai hewan buruan.
Hal ini berdasarkan hadits yang dirawayatkan oleh Raafi’ bin Khadij
ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang dapat mengalirkan
darah, dan disebut nama Allah (ketika menyembelih) maka makanlah.” Hadits ini
diriwayatkan oleh imam Al Bukhari didalam kitab Al Syarikah, bab Qismah Al
Ghanam: 2356. Dan imam Muslim didalam kitab Al Adlahi, bab Jawazu Al Dzabh
Bikulli Maa Anhara Al Dam:1968.
Kalau alat yang digunakan untuk berburu tidak tajam, akan tetapi
dapat membunuh karena tekanan atau karena beratnya, seperti batu yang tidak
tajam, atau berburu dengan menggunakan alat yang bersifat membakar, lalu hewan
itu mati disebabkan alat tersebut, maka tidak boleh dimakan.
Adapun jika binatang tersebut tidak mati, seperti hanya terluka
pada bagian sayap atau kaki, kemudian binatang tersebut disembelih ketika masih
dalam keadaan hidup, maka hal ini termasuk sembelihan secara syar’i yang akan
kami jelaskan berikutnya.
Demikian juga buruan yang dibunuh dengan menggunakan alat yang
tajam, seperti pisau atau panah dan yang semisalnya, maka buruan tersebut boleh
dimakan.
Kedua:
Berburu dengan menggunakan hewan yang dilatih untuk berburu, baik
itu hewan buas atau burung yang terlatih.
Kalau seseorang berburu dengan menggunakan hewan yang dilatih untuk
berburu baik berupa binatang buas atau burung yang dilatih, lalu binatang tersebut
melukai hewan buruan dan mati karena luka tersebut, maka buruan tersebut boleh
dan halal dimakan. (asal memenuhi syarat-syarat yang akan kami sebutkan
berikutnya).
Contoh binatang buas yang biasa dilatih untuk berburu adalah
anjing, citah, harimau, dan yang semisalnya.
Sementara contoh burung yang biasa dilatih untuk berburu adalah
elang, rajawali, dan yang semisalnya.
Syarat-syarat berburu dengan menggunakan hewan pemburu
Berburu dengan menggunakan hewan-hewan tersebut diatas dibolehkan
asal terpenuhi empat syarat berikut:
Syarat pertama:
Ketika binatang tersebut dilepaskan, maka ia bergegas menuju hewan
buruan yang dimaksud, dan memburunya , dan tidak memburu hewan buruan lain.
Kalau seandainya binatang tersebut bergegas dan menyerang buruannya,
tetapi kemudian dia berubah memburu binatang lain (bukan binatang buruan yang
dituju saat dia dilepaskan), maka buruan tersebut tidak halal, kecuali jika
masih sempat disembelih.
Syarat kedua:
Binatang tersebut dapat dikendalikan oleh orang yang melepaskannya,
yaitu apabila orang tersebut memerintahkannya untuk berhenti, maka dia segera
berhenti meskipun dia sedang mengejar buruannya.
Syarat ketiga:
Binatang yang digunakan untuk berburu tersebut tidak memakan
buruannya sedikitpun, ketika dia telah membunuh dan sebelum buruan tersebut
sampai kepada tuannya.
Adapun jika dia memakan buruannya tersebut setelah diletakkan
dihadapan tuannya, lalu ia menjauh darinya, maka hal itu tidak mengapa.
Syarat keempat:
Ketiga syarat tersebut diatas terjadi berulang-ulang, yakni
binatang tersebut telah terlatih dan terbiasa untuk berburu minimal dua kali
atau lebih.
Untuk mengetahui apakah binatang tersebut sudah terbiasa berburu
atau sudah terlatih, adalah dengan meminta pendapat orang yang ahli dalam hal
tersebut.
Dasar tentang syarat-syarat tersebut diatas adalah firman Allah
ta’ala, “Katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik
(dan buruan yang ditangkap)oleh binatang pemburu yang yang telah kamu latih
untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.
Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu.” (Al Maidah:4).
Imam Al Syafi’I menjelaskan makna mukallibin (yang dilatih untuk
berburu), yaitu anjing yang apabila kamu perintah maka dia patuh, dan apabila
kamu larang maka dia berhenti, itulah kalbun mukallib (anjing yang terlatih).
Makna ayat “Yang ditangkapnya untukmu,” yaitu binatang
pemburu tersebut menangkap buruannya untuk tuannya, hal itu dapat terwujud jika
binatang pemburu tersebut menjaga hasil
buruannya dan tidak memakannya.
Mafhum mukhalafah dari hal tersebut adalah jika binatang pemburu
tersebut menangkap hewan buruan yang tidak diperuntukkan bagi tuannya, yaitu
dengan memakannya, maka buruan tersebut tidak halal dimakan. Dan hal tersebut
tidak dianggap sebagai berburu dengan menggunakan binatang pemburu yang
dibolehkan didalam syariat.
Hal ini ditunjukkan oleh salah satu hadits yang diriwayatkan oleh
Adi bin Hatim ra. Dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jika kamu melepas anjing
berburumu yang sudah terlatih, dan kamu menyebut nama Allah (ketika
melepaskannya), lalu ia menangkap buruannya dan membunuhnya, maka makanlah.
Akan tetapi jika anjing tersebut memakan buruannya, maka janganlah kamu makan.
Karena ia menangkap buruan tersebut untuk dirinya sendiri.”
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Al Bukhari di dalam kitab Al
Dzabaih wa Al Shaid, bab Al Shaid idza Ghaaba ‘Anhu Yaumaini au Tsalatsah:5167,
imam Muslim didalam kitab Al Shaid wa Al Dzabaih, bab Al Shaid Bilkilab Al
Mu’allamah: 1929.
No comments:
Post a Comment