Monday, December 22, 2014

MAKANAN DAN MINUMAN PART 4

Narkotika dan macam-macamnya
Makna Al Takhdir(pembiusan)
Al Takhdir atau Al Khadar berasal dari kata Al Khidr yang berarti penutup seperti rumah dan yang semisalnya.
Yang dimaksud dengan Al Takhdir disini adalah suatu keadaan tertutupnya akal dan pikiran seseorang, berupa rasa malas, berat, atau lesu.
Al Mukhaddirat (narkotika) adalah semua yang menyebabkan tertutupnya akal seseorang, baik itu obat bius, opium, ganja, dan yang semisalnya.   
Hukum narkotika:
Haram hukumnya mengkonsumsi narkotika dengan segala jenisnya, dan bagaimanapun cara mengkonsumsinya. karena zat-zat tersebut berbahaya bagi akal, dan tubuh, dan mengakibatkan penyakit-penyakit serta efek negatif yang bermacam-macam, yang sudah bukan rahasia lagi. Hukum narkotika (dari sisi keharamannya) masuk kedalam hukum minuman yang memabukkan, yang telah kami jelaskan.
Abu Daud meriwayatkan di dalam Al Asyribah, bab Al Nahyu ‘An Al Muskir: 3686,juz:6, hal: 309, dari Ummu Salamah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. melarang (mengkonsumsi) semua yang memabukkan dan melemahkan.”   
Hukuman orang yang mengkonsumsi narkotika:
Hukuman bagi orang yang mengkonsumsi narkotika adalah Ta’zir. Jenis dan berat hukuman Ta’zir tersebut diserahkan kepada ijtihad hakim muslim yang adil, baik berupa hukuman penjara, pukulan, teguran, atau yang semisalnya. Dengan syarat jika hukumannya berupa pukulan, maka tidak boleh mencapai jumlah minimal dari hukum had.
Pengecualian-pengecualian:
Ada keadaan tertentu yang dikecualikan dari keumuman hukum khamr dan narkotika, yaitu sebagai berikut:
Keadaan pertama: dalam kondisi darurat
Seseorang yang tercekik karena kehausan, dan tidak ada sesuatu yang dapat diminum di sekitarnya kecuali khamr atau yang semisalnya, maka boleh baginya untuk meminum sedikit dari khamr tersebut agar terhidar dari kematian.
Allah ta’ala berfirman, “Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al Maidah:145).
Keadaan kedua: untuk berobat
Jika dokter mengobati orang sakit dengan menggunakan obat-obatan yang dicampur dengan sesuatu yang memabukkan, sehingga dengan mencampurnya maka hilanglah sifat memabukkan yang ada pada zat tersebut, dan tidak ada obat lain sebagai gantinya, maka boleh mengobati orang sakit dengan obat tersebut karena darurat dan karena kebutuhan yang mendesak.
Adapun jika zat memabukkan yang dicampur dengan obat-obat lain tersebut, tidak hilang sifat-sifatnya (sifat memabukkan), maka tidak boleh berobat dengannya, meskipun dianjurkan oleh dokter.
Suatu zat yang memabukkan  dan murni (tidak dicampur dengan zat lain), tidak mungkin menjadi obat yang tidak ada gantinya untuk penyakit apapun. Bahkan zat berbahaya yang terkandung di dalamnya, lebih berakibat buruk, dibanding manfaat yang ia sangka ada di dalam zat itu.
Ibnu Majah meriwayatkan di dalam Al Thib, bab Al Nahyu An Yatadawa Bi Al Khamr: 3500, dari Al Thariq bin Suwaid Al Khadrami ra. Ia berkata, “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, di negeri kami banyak perasan anggur, apakah boleh kami meminumnya?” Rasulullah menjawab, “Tidak,” aku lalu berkata, “Bolehkah kami memakainya untuk mengobati orang sakit?,” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya perasan anggur bukanlah penyembuh (obat), tetapi penyakit.” Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits ini didalam musnadnya (juz:4, hal: 311, atau juz:5, hal: 293).
Imam Al Bukhari meriwayatkan sebagi ulasan dari Ibnu Mas’ud ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan penyembuhmu (obat), didalam sesuatu yang diharamkan atasmu.” (Al Asribah, bab Syarab Al Khalwa Wa Al ‘Asal).
Keadaan ketiga: operasi
Seorang dokter terpaksa menggunakan obat bius untuk melakukan operasi bagi pasien, karena pasien tidak akan mampu untuk menahan rasa sakit karena operasi tanpa dibius. Maka tidak mengapa apabila dalam kondisi yang demikian untuk menggunakan obat bius, baik dengan cara disuntik, diminum, atau ditelan.
Wallahu ta’ala a’lam

No comments:

Post a Comment